Hasil Inspeksi BPOM: Fasilitas Produksi Vaksin Nusantara Tak Steril

14 April 2021 15:04 WIB
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
BPOM meminta penelitian vaksin Nusantara dihentikan sementara karena tidak memenuhi persyaratan uji klinik fase I. Di antaranya, vaksin ini tidak memenuhi aspek Good Manufacturing (GMP) dan Good Laboratory Practice (GLP) yang mengacu pada proses kelayakan produksi vaksin.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui, vaksin Nusantara adalah kandidat vaksin corona berbasis sel dendritik besutan dr Terawan Agus Putranto. Pengembangan vaksin ini bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc, yakni perusahaan farmasi yang dikenal sebagai produsen obat kanker berbasis sel dendritik berlokasi di Irvine, California, AS.
Selain AIVITA, pihak yang terlibat dalam riset dan pengembangan calon vaksin Nusantara adalah Balitbangkes, Undip, dan RSUP Dr Kariadi, serta perusahaan farmasi PT Rama Emerald Multi Sukses atau Rama Pharma yang berbasis di Gresik
Lalu, apa saja persyaratan yang belum dipenuhi vaksin Nusantara sehingga tidak bisa lanjut ke fase II uji klinik?
Berikut adalah hasil inspeksi BPOM terkait kurangnya pemenuhan GMP dan GLP yang dikutip kumparan, Rabu (14/4):
Kepala BPOM Penny Lukito (kanan), saat konferensi pers tinjau pangan hasil pengawasan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Aspek Pemenuhan Good Manufacturing Practice (GMP)
ADVERTISEMENT
1. Produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril.
Dikatakan pembuatan vaksin secara close system, tetapi pada kenyataannya setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya semua dilakukan secara manual dan open system. Jika proses pengolahan dilakukan secara close system, maka mulai darah dikeluarkan dari tubuh manusia sampai dimasukkan kembali tidak pernah ada proses pembukaan tabung darah dan pengambilan darah keluar dari tabung.
2. Produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin dendritik ini bukan merupakan Pharmaceutical grade. Dan dinyatakan oleh produsen (Lake Pharma-USA) bahwa tidak dijamin sterilitasnya. Antigen tersebut penggunaannya hanya untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia.
3. Hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin.
ADVERTISEMENT
4. Terhadap pemenuhan GMP, telah dilakukan inspeksi sebelumnya oleh BPOM sebelum pelaksanaan uji klinik (bulan Desember 2020), tetapi tidak pernah ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyerahan CAPA.
5. Produk akhir dari vaksin dendritik tidak dilakukan pengujian kualitas sel dendritik, peneliti hanya menghitung jumlah selnya saja, tetapi hal tersebut juga tidak konsisten karena ada 9 dari 28 sediaan yang tidak diukur, dan dari 19 yang diukur terdapat 3 sediaan yang di luar standard tetapi tetap dimasukkan.
Aspek Pemenuhan Good Laboratory Practice (GLP)
1. Metode pengujian tidak dilakukan validasi dan standardisasi sebelum pelaksanaan penelitian. Peneliti menyerahkan hasil dengan 2 macam pengujian dengan menggunakan alat yang berbeda dan hasil yang berbeda, hal tersebut tidak diperbolehkan karena akan timbul subjektivitas peneliti dengan memilih hasil yang dianggap lebih baik memberikan nilai.
ADVERTISEMENT
Terkait perbedaan hasil tersebut, saat di klarifikasi kepada tim peneliti, setiap orang memberikan pendapat yang berbeda-beda, di mana peneliti dari AIVITA menyatakan hasil pengujiannya yang benar, dan peneliti dari Litbangkes menyatakan hasil pengujiannya yang benar. Berdasarkan hal tersebut, BPOM menyatakan bahwa hasil tidak dapat diterima validitasnya.
2. Beberapa alat ukur tidak terkaliberasi dan metode pengujian tidak tervalidasi
dengan baik, sehingga akurasi hasil pengujian tidak dapat diterima.
Sementara itu, BPOM telah menyampaikan hal ini dan meminta perbaikan kepada pihak pengembang vaksin Nusantara. Namun hingga saat ini BPOM belum menerima hasil perbaikan apapun.
"Ada corrective action (perbaikan) yang harus mereka berikan. Sampai dengan saat ini, sampai dengan sesuai waktu yang diberikan belum kami terima," kata Ketua BPOM Penny Lukito dalam pernyataannya yang dikutip kumparan, Rabu (14/4).
ADVERTISEMENT
****
Saksikan video menarik di bawah ini: