Hasil Polling: 70,66% Pembaca kumparan Tidak Setuju Pileg Cuma Coblos Partai
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 70,66 persen pembaca kumparan tidak setuju jika pemilihan legislatif (pileg) hanya mencoblos partainya saja. Ini diketahui berdasarkan polling kumparan periode 3-17 Januari 2023.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Pemilu, mencoblos partai saja bukan caleg, disebut sebagai sistem proporsional tertutup. Sementara mencoblos caleg atau partai seperti saat ini berlaku, disebut proporsional terbuka.
Totala 1.793 pembaca yang memberikan pendapatnya pada polling tersebut. Sebanyak 1.266 responden memilih tidak setuju jika pileg hanya mencoblos partainya saja, bukan calonnya. Sedangkan, 29,34 persen atau sebanyak 527 responden sisanya setuju jika pileg mencoblos partainya saja.
Sebelumnya, sistem proporsional terbuka digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar berubah menjadi sistem tertutup. Keputusan ini pun menuai pro kontra di tengah parpol. Jika sistem menjadi proporsional tertutup, maka penentuan calon anggota legislatif di semua tingkatan akan menjadi kewenangan parpol; pemilih hanya mencoblos partai, bukan caleg.
ADVERTISEMENT
Dorongan agar sistem diubah menjadi tertutup pun merupakan keputusan Kongres V PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan sistem terbuka lebih banyak menimbulkan dampak negatif.
"Kita tahu bagaimana saat ini dengan praktik-praktik pemilu dengan sistem proporsional terbuka telah menciptakan liberalisasi politik," kata Hasto dalam konferensi pers virtual, Jumat (30/12).
Saya melakukan penelitian secara khusus dalam program doktoral di UI, bagaimana liberalisasi politik mendorong partai menjadi partai elektoral dan menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara," tutur Hasto.
Sementara, menurut Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai perubahan sistem pemilu menjadi terbuka menjadi tertutup bisa memunculkan persoalan baru. Doli berharap MK dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi UU Pemilu yang sangat kompleks.
ADVERTISEMENT
"Bila terjadi perubahan pasal secara parsial dan sporadis satu atau dua pasal berdasarkan putusan MK, apalagi dalam masa kita sudah memasuki tahapan pemilu seperti saat ini, maka itu akan dapat menimbulkan kerumitan baru dan bisa memunculkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024," kata Ketua Komisi II DPR RI itu kepada wartawan, Kamis (29/12).