Hasto: Caleg DPR 2024 Keluar Dana 4 Kali Lipat tapi Suara Lebih Rendah dari 2019

7 April 2024 22:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto berbicara kepada wartawan pada konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (1/2/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto berbicara kepada wartawan pada konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (1/2/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengungkapkan anggota DPR RI yang mencalonkan diri menjadi caleg di Pileg 2024 mengeluarkan dana 4 kali lipat dari Pileg 2019.
ADVERTISEMENT
Namun dana yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil suara dibandingkan Pileg 2019.
"Kalau kita mau jujur, anggota DPR RI kemarin dengan pertarungan money politik yang luar biasa, tanpa supremasi hukum itu rata-rata mengeluarkan dana 4 kali lipat, dan suaranya jauh lebih rendah dari 2019," ujar Hasto di Jakarta, Minggu (7/4).
Menurut Hasto, hal ini menjadi kerusakan demokrasi. Ia juga mempertanyakan apakah anggota DPR yang memang bekerja dan melakukan kaderisasi akan mendapatkan insentif.
Suasana di arena puncak perayaan bulan bung karno di GBK yang dipadati kader PDIP. Foto: Dok. PDIP
Ia menanyakan terkait insentif sebab suara dari pemilu dapat dirusak karena kecurangan yang secara masif dan sistematis tersebut.
"Ini kerusakan demokrasi, kalau gitu apakah ke depan ada suatu insentif bagi mereka yang bekerja turun ke bawah, yang melakukan pelembagaan partai dengan kaderisasi, dengan sekolah partai, dengan melakukan kerja rutin turun ke bawah 5 tahunan ketika pada H-7 itu bisa dirusak karena suatu proses kecurangan pemilu yang direncanakan secara masif dan sistematis tadi," ucap Hasto.
ADVERTISEMENT
Bagi Hasto, meritokrasi di Indonesia sudah mati. Sebab untuk menjadi pejabat negara harus memiliki kedekatan dengan sang pemilik kuasa.
"Dan ini juga akan mematikan meritokrasi. Karena enggak ada lagi, untuk menjadi pejabat negara harus mencari hubungan kekeluargaan dengan kekuasaan," tuturnya.
Hasto menilai tanpa meritokrasi, tidak akan ada jabatan negara yang masuk secara adil.
"Tanpa itu maka tidak akan ada yang namanya jabatan Jenderal-Jenderal itu masuk secara fair," imbuhnya.
"Berdasarkan syarat-syarat, ya kepemimpinan yang diperlukan sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawab. Jadi kotak pandora yang ketiga ini mematikan meritokrasi," pungkasnya.