Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Hasto Sebut Kasus Harun Masiku Sederhana, Analogikan Seperti Kena Tilang
21 Maret 2025 10:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut kasus Harun Masiku sederhana. Dia bahkan menganalogikannya sebagai seseorang yang terkena tilang.
ADVERTISEMENT
"Konstruksi kasus Harun Masiku ini sebenarnya sangat sederhana. Meski tidak sepenuhnya tepat, namun dapat dianalogikan dari seseorang yang terkena tilang di perempatan jalan karena diindikasikan melanggar aturan lalu lintas," kata Hasto saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3).
Menurut Hasto, dalam kondisi ditilang, seseorang merasa tidak berdaya. Kemudian, melakukan negosiasi dengan aparat dengan otoritas kekuasaan yang lebih tinggi.
"Sehingga cenderung terjadi kesepakatan di bawah tangan dan terjadi damai," kata dia.
Dalam kasus Harun Masiku, meski dapat dianalogikan dengan tilang, Hasto menyebut Harun ini merasa punya hak konstitusional untuk menjadi Anggota DPR RI.
"Kedudukan hukum berbeda karena Harun Masiku merasa punya hak konstitusional pasca-dikabulkannya Judicial Review dan fatwa dari Mahkamah Agung, serta adanya keputusan penetapan caleg terpilih dari DPP PDI Perjuangan akibat Bapak Almarhum Nazaruddin Kiemas meninggal dunia pada saat Daftar Calon Tetap sudah ditetapkan," kata dia.
Hasto menyebut, terdapat preseden atau peristiwa serupa dengan apa yang dialami Harun Masiku yakni pada 2010. Saat Pemilu tahun tersebut, ada kader caleg PDIP bernama Sutradara Ginting meninggal beberapa saat sebelum Pemilu dan menempati suara terbanyak.
ADVERTISEMENT
Saat itu, penggantinya ditetapkan oleh DPP PDIP berdasarkan pertimbangan partai, bukan atas perolehan suara terbanyak kedua.
Dalam kasus Harun Masiku, Nazaruddin Kiemas yang memenangkan suara terbanyak meninggal dunia. Namun penggantinya adalah Riezky Aprilia sebagai pemegang suara terbanyak kedua. Padahal PDIP meminta penggantinya adalah Harun Masiku.
Harun Masiku kemudian menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai Anggota DPR RI, berbekal keputusan partai hingga hasil JR ke Mahkamah Agung. Suap diduga untuk melancarkan permohonan PDIP soal menjadikan Harun Masiku caleg terpilih.
Masih dalam eksepsinya, Hasto menyebut hal penting yang terungkap dalam peristiwa penyuapan Harun Masiku ke Wahyu Setiawan, jika KPU benar menolak permohonan PDIP pada 6 Januari 2020, mengapa Wahyu tetap meminta dana kepada Agustiani Tio Fridelina (penghubung Harun ke Wahyu).
ADVERTISEMENT
"Pertanyaannya, mengapa setelah seluruh Komisioner KPU kemudian menolak, lalu pada tanggal 8 Januari 2020 Wahyu Setiawan masih meminta dana pada Saudari Agustiani Tio Fridelina terkait persoalan Harun Masiku?" kata dia.
"Bukankah ini suatu penyalahgunaan kekuasaan sehingga akhirnya Saudari Agustiani Tio Fridelina mentransfer dana sebesar Rp 50 juta rupiah," sambungnya. Bukti transfer ini yang menjadi bukti dalam OTT Wahyu Setiawan.
Menurut Hasto, ketika KPU secara resmi telah menolak permohonan PDIP, Wahyu Setiawan masih menggunakan otoritasnya untuk memberikan harapan terhadap Agustiani Tio Fredelina. Sehingga suap terus terjadi.
"Hal ini menjadi cerminan kebenaran WhatsApp Saudara Wahyu Setiawan ketika pertama kali Saudara Agustiani Tio Fredelina berkonsultasi terkait Harun Masiku dan dijawab dengan pernyataan “Siap”, “Mainkan” (BAP Agustiani Fridelina tanggal 9 Januari 2020). Atas dasar hal tersebut, Pleidoi Saudara Saeful Bahri dalam kasus suap tersebut mengatakan bahwa yang bersangkutan menjadi korban pemerasan Komisioner KPU yang bernama Wahyu Setiawan," ucap Hasto.
ADVERTISEMENT
Tak Ada Putusan Keterlibatan Dirinya
Dalam eksepsi yang sama, Hasto juga menyatakan bahwa terkait kasus yang didakwakan terhadapnya, sudah pernah disidangkan ke terdakwa lain dan sudah berkekuatan hukum tetap. Baik terhadap Saeful Bahri, Wahyu Setiawan hingga Agustiani Tio.
"Tidak ada amar putusan yang menyatakan keterlibatan atas diri saya. Dalam kesaksian di bawah sumpah di pengadilan. Saeful Bahri justru terungkap fakta hukum bahwa saya melakukan teguran keras terhadap Saudara Saeful Bahri ketika mendengar yang bersangkutan meminta dana ke Harun Masiku. Kesaksian saya tersebut juga dibenarkan oleh Saudara Saeful Bahri," kata dia.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
ADVERTISEMENT
Terkait kasus suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat bernama Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaannya Bernama Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberi suap SGD 57.350 atau sekitar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan bersama Agustiani Tio Fridelina. Suap agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.