Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Hasto Ungkap 13 Penyelidik dan Penyidik KPK Jadi Saksi di Kasusnya
21 Maret 2025 11:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Hasto Kristiyanto menyinggung soal banyaknya internal KPK menjadi saksi di kasusnya. Di sisi lain, Sekjen PDIP itu memprotes bahwa saksi meringankan yang ia ajukan tidak diperiksa oleh penyidik dalam proses penyidikan.
ADVERTISEMENT
"Di sinilah mekanisme internal KPK dijadikan sebagai alasan yang merugikan terdakwa karena hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan diabaikan oleh KPK," kata Hasto saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3).
"Sementara dari KPK sendiri terdapat penyelidik dan penyidik serta saksi ahli yang telah dibuat BAP. Total terdapat 13 orang penyelidik dan penyidik KPK yang menjadi saksi terhadap perkara saya," sambungnya.
Bahkan, kata Hasto, Kasatgas Penyidikan KPK, Rossa Purbo Bekti, juga menjadi saksi yang kesemuanya memberatkan dirinya. Di luar itu terdapat saksi ahli dari KPK sebanyak empat orang.
Adapun saksi meringankan Hasto tidak diperiksa karena perkaranya terlebih dahulu dinyatakan rampung oleh KPK. Berkas Hasto kemudian diberikan ke jaksa untuk proses penuntutan.
ADVERTISEMENT
Dia menilai, proses P-21 alias perampungan berkas penyidikan terkesan dipaksakan. Tim kuasa hukumnya pun membuat berita acara yang isinya menolak P-21 tersebut.
"Pertanyaannya, mengapa penyidik KPK begitu memaksakan proses P-21? Dalam sejarah berdirinya KPK, sejak tahun 2002 baru pertama kali terjadi proses P-21 hanya dalam jangka waktu hampir 2 minggu sejak ditahan. Sementara dalam kasus lainnya rata-rata KPK memerlukan waktu 120 hari," kata Hasto.
Hasto menduga, dengan proses P-21 yang cepat itu, sengaja dilakukan untuk menggugurkan gugatan praperadilan kedua yang diajukannya pada tanggal 18 Februari 2025. Sebab, sidang pertama pada tanggal 3 Maret 2025 tidak dihadiri KPK.
"Kesemuanya adalah pelanggaran terhadap hak terdakwa untuk melakukan gugatan praperadilan dan melalui berbagai upaya tersebut, KPK tidak menghormati lembaga peradilan," ujarnya.
Hasto kemudian mengutip pernyataan Prof. Todung Mulya Lubis dalam buku catatan harian jilid 5 yang terinspirasi oleh buku Leslie Holmes, Corruption, Post Communism, and Neoliberalism.
ADVERTISEMENT
Todung menyatakan: “Saya harus berhati-hati dan mengingatkan KPK…, pemberantasan korupsi itu sering terjadi karena balas dendam (revenge) atau ikhtiar untuk membersihkan diri, atau untuk mendemonstrasikan kepada publik tentang komitmen pemberantasan korupsi, dan juga untuk memperoleh legitimasi baru”.
Pemikiran Todung Mulya Lubis yang disampaikan pada tahun 2013 itu, kata Hasto, tampaknya terbukti benar bahwa ada kepentingan lain yang ditampilkan dalam kasusnya ini seperti unsur balas dendam.
"Mengingat salah satu BAP penyelidik KPK, yakni BAP Saudari Rizka Anungnata Tanggal 02 Januari 2025 telah mengaitkan saya dengan program Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang merupakan kebijakan pemerintah Jokowi dan hal tersebut tidak ada kaitannya dengan saya yang lebih berkonsentrasi di internal Partai. Demikian halnya terkait tujuan untuk mendemonstrasikan kepada publik guna memperoleh legitimasi baru," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Terkait kasus suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat bernama Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaannya Bernama Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberi suap SGD 57.350 atau sekitar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan bersama Agustiani Tio Fridelina. Suap agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.