Hasyim Khotbah di Depan Jokowi, Singgung Banyaknya Sifat Kebinatangan di Manusia

17 Juni 2024 7:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 3 Juli 2024 20:19 WIB
comment
58
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan khutbah Idul Adha 1445 di Lapangan Pancasila Simpang Lima Kota Semarang, Senin (17/6/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan khutbah Idul Adha 1445 di Lapangan Pancasila Simpang Lima Kota Semarang, Senin (17/6/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, menjadi khatib di Salat Idul Adha 1445 yang digelar di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Senin (17/6). Salat Id ini juga dihadiri Presiden Jokowi dan istrinya, Iriana Jokowi; Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono; Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana; hingga Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi.
ADVERTISEMENT
Dalam khotbahnya, Hasyim menceritakan tentang kisah Nabi Ibrahim yang diminta untuk mengorbankan putra tunggalnya, Nabi Ismail. Padahal, Nabi Ismail lahir setelah Nabi Ibrahim dan istrinya, Siti Hajar, menanti selama 86 tahun lamanya.
"Nabi Ibrahim dengan penuh ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakannya dan ketika diceritakan kepada Ismail, Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Dia rela menerima perintah itu. Keduanya dengan jelas telah bersama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban luar biasa besarnya," ucap Hasyim saat membuka khotbahnya.
Presiden Joko Widodo bersiap melaksanakan Salat Idul Adha 1445 di Lapangan Pancasila Simpang Lima Kota Semarang, Senin (17/6/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
Saat akan dikorbankan, Allah SWT kemudian menggantikan sosok Nabi Ismail dengan seekor domba besar. Hingga saat ini, peristiwa tersebut kemudian dirayakan sebagai Idul Adha atau Idul Kurban, masa di mana umat Islam yang mampu mengorbankan hewan ternak untuk dibagikan dagingnya.
ADVERTISEMENT
"[Ibadah kurban] ini mengandung setidaknya dua makna. Pertama sifat kebinatangan yang ada di jiwa manusia harus dikorbankan dan disembelih; dan kedua jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa," tutur Hasyim.
Menurutnya, ada sangat banyak sifat kebinatangan dalam diri manusia. Sifat-sifat itulah yang jika terus dipelihara bisa menimbulkan pertikaian dan ketidakstabilan dalam kehidupan manusia.
Umat muslim bersiap melaksanakan Salat Idul Adha 1445 di Lapangan Pancasila Simpang Lima Kota Semarang, Senin (17/6/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
"Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan informasi yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendali, tidak mau melihat kenyataan, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengarkan teguran, merupakan sifat yang tercela dalam pandangan Islam," imbuhnya.
Dalam ajaran Islam, lanjut Hasyim, seorang Muslim harus bersedia mengorbankan sifat-sifat kebinatangan itu demi ketentraman dan kestabilan hidup di masyarakat. Sehingga kedamaian antar sesama manusia bisa direalisasikan.
ADVERTISEMENT
"Ajaran kurban juga mengisyaratkan makna yang mendalam agar kita bisa mengorbankan segala sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran Allah. Kita dituntut untuk mengorbankan, menyembelih, dan mengikis habis kebiasaan yang dipandang merusak akidah, dan menggantikan dengan perbuatan yang sesuai Islam," kata Hasyim.