Hati-hati Hukuman Mati

10 April 2025 8:54 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan paparan saat retret kepala daerah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (25/2/2025). Foto: Devi Rahman/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan paparan saat retret kepala daerah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (25/2/2025). Foto: Devi Rahman/AFP
ADVERTISEMENT
Hukuman mati dalam KUHP Nasional tidak dihapuskan. Namun, aturan dan penerapannya disusun dengan sangat hati-hati.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan hukuman mati bakal bersifat khusus.
"Pemerintah dan DPR memang harus menyusun undang-undang tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati sebagaimana diamanatkan Pasal 102 KUHP Nasional yang baru," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu (9/4).
"Namun secara substansi, ketentuan mengenai pidana mati sebagai pidana khusus telah dirumuskan secara tegas dalam Pasal 64 huruf c serta Pasal 67 dan 68 KUHP Nasional," jelas dia.
Dalam aturan Pasal 67 itu, disebutkan bahwa pidana yang bersifat khusus sebagaimana tertuang dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
Selain itu, aturan pemidanaan juga diatur dalam Pasal 68 KUHP. Berikut bunyinya:
ADVERTISEMENT
Pasal 68
(1) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
(2) Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.
(4) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

Eksekusi Hukuman Mati saat Grasi Ditolak Presiden

Dalam penjelasan yang sama, Yusril juga menjelaskan hukuman ini tidak akan langsung dilaksanakan meski telah diputus pengadilan. Hukuman ini benar-benar berada di bagian paling akhir alias pamungkas dari hukuman pidana.
ADVERTISEMENT
KUHP mengatur bahwa pidana mati hanya dapat dieksekusi setelah permohonan grasi terpidana ditolak oleh Presiden. Dengan begitu memohon grasi atas penjatuhan pidana mati wajib dilakukan baik oleh pihak terpidana sesuai ketentuan KUHAP.
Selain itu, Yusril menerangkan bahwa dalam Pasal 99 dan 100 KUHP juga memberi ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.
"Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," jelas Yusril.

Penghormatan Terhadap Hidup

Lebih lanjut, Yusril menekankan bahwa pelaksanaan hukuman mati secara hati-hati juga sebagai cerminan penghormatan terhadap hak hidup.
Oleh karena itu pidana mati hanya dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan berat tertentu dan tidak boleh dilaksanakan tanpa pertimbangan mendalam.
ADVERTISEMENT
"Bagaimanapun juga, hakim dan pemerintah adalah manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan," ucap dia.
Yusril juga menyinggung jika suatu kesalahan terjadi dalam menjatuhkan dan melaksanakan pidana mati, maka konsekuensinya tidak dapat diperbaiki.
"Orang yang sudah dihukum mati tidak mungkin dihidupkan kembali. Oleh karena itu, kehati-hatian adalah prinsip yang mutlak," tegasnya.

Yusril Jelaskan soal Prabowo Tolak Koruptor Dihukum Mati

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra (tengah) di Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Erlangga Bregas Prakoso/ANTARA FOTO
Baru-baru ini, Presiden Prabowo menyatakan tidak sepakat koruptor dihukum mati. Yusril menjelaskan soal sikap Prabowo tersebut. Yusril mengatakan, pernyataan Prabowo sesuai dengan hukum positif di Indonesia.
“Apa yang dikatakan oleh Presiden Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi itu benar dilihat dari segi hukum positif yang berlaku," kata Yusril kepada wartawan, Selasa (8/4).
ADVERTISEMENT
"UU Tipikor memang membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa korupsi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut 'dalam keadaan tertentu'," tambah dia.
Yusril menyebut, dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan keadaan tertentu bagi napi kasus korupsi yang bisa dijatuhi hukuman mati. Kala itu, Yusril yang menjabat Menteri Hukum dan Perundang-undangan era Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, ikut merancang UU Tipikor.
"Saya sendiri ketika itu mewakili Presiden membahas RUU tersebut dengan DPR. Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi," jelas Yusril.
"Meskipun UU telah membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dalam keadaan seperti itu, sampai saat ini belum pernah ada penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi,” tambah Yusril.
ADVERTISEMENT

Prabowo Sosok Negarawan

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengarahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Yusril menekankan, kebijakan Prabowo mencerminkan sikap kenegarawanan yang menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan. Termasuk soal menolak hukuman mati.
“Itulah maksud Presiden Prabowo, sebagai Presiden beliau tidak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap napi mana saja dan kasus apa saja. Sebab jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut, walaupun hakim sudah menyatakan 99,9 persen orang itu terbukti bersalah," kata Yusril.
"Tetapi tetap tersisa 0,1 persen kemungkinan dia tidak bersalah. Itu maksud Presiden Prabowo. Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan daripada sisi lainnya,” tutup Yusril.

Sahroni Sepakat Koruptor Tak Dihukum Mati

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni di Mapolda Sumbar. Foto: Irwanda.
Terkait koruptor tidak dihukum mati ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyatakan sepakat.Menurutnya, beberapa napi kasus lain seperti narkoba hingga teroris tidak semua dijatuhi hukuman mati.
ADVERTISEMENT
"Saya dukung Pak Presiden Prabowo, bahwa UU kita enggak mendukung ada hukuman mati. Napi narkoba dan teroris aja enggak bisa semua dihukum mati," kata Sahroni kepada wartawan, Rabu (9/4).
Sebagai ganti hukuman mati, Sahroni mengatakan koruptor didorong untuk mengganti kerugian negara. Masalah ini sudah ia jelaskan dalam disertasi program doktornya.
"Disertasi doktor saya memakai judul ultimum remedium ada fokus pada pengembalian kerugian keuangan negara," kata Sahroni.
Sahroni menempuh Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur pada 8 September 2024. Dia menulis disertasi berjudul 'Pemberantasan Korupsi melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Keuangan Negara'.
Bendahara Umum NasDem ini lantas menjelaskan bagaimana metode mengganti kerugian negara dari ultimum remedium.
Sebagai contoh, Sahroni mengatakan jika ada koruptor menyebabkan kerugian negara Rp 300 miliar, maka dia harus mengganti sesuai kerugian ditambah dengan denda.
ADVERTISEMENT
"Jadi prinsip disertasi saya adalah fokus pada kerugian negara, gimana metodenya? Misal dia korupsi Rp 300 miliar, nah kalau dia mau kembalikan senilai Rp 300 miliar disertai membayar denda, maka dia bisa dibebaskan, tuntutannya hilang. Tapi harus kembalikan kerugian negara dan bayar denda," jelas Sahroni.
Mengenai berapa besaran denda yang akan diberikan, Sahroni mengatakan masalah ini harus diatur dalam Undang-undang. Pembayaran denda bersifat wajib sebagaimana kita membayar pajar.
"Berapa dendanya? Di dalam aturan belum ada. Ke depan harus punya Undang-undangnya, seperti pajak. Kalau enggak bayar pajak, kan kena denda, dihukum," ucap Sahroni.
"Denda itu nanti diatur di UU dan sifatnya seperti bunga bank, dia dikasih waktu buat membayarnya. Misalnya bayar denda 1 tahun, kalau telat, enggak dibayar denda, akan naik. Kalau enggak dikembalikan kerugian negara, segera dipenjara saja seumur hidup," tambah dia.
ADVERTISEMENT