Helena Lim Musnahkan Bukti Transaksi Harvey Moeis Agar BI Tak Bisa Audit

10 Oktober 2024 16:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Helena Lim berjalan memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi bagi tiga terdakwa lainnya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Helena Lim berjalan memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi bagi tiga terdakwa lainnya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bos money changer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim, ternyata kerap memusnahkan bukti transaksinya dengan Harvey Moeis dan perusahan smelter swasta. Ini dilakukan untuk menutupi dari audit Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap saat Helena dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam sidang kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/10).
Crazy Rich PIK itu bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis; Dirut PT Refined Bangka Tin, Suparta; dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah. Jaksa mengkonfirmasi soal pemusnahan bukti itu kepada Helena.
"Di BAP Saudara, di pemeriksaan tanggal 26 Juni 2024, di poin 18 ya, Saudara menjelaskan terkait barang bukti atau tanda bukti penjualan maupun pembelian Saudara setiap bulannya buat tapi Saudara musnahkan, bisa dijelaskan?" tanya jaksa.
"Izin, Yang Mulia, saya bukan sengaja memusnahkan. Saat penggeledahan itu juga saya di luar negeri, dan penyidik juga mendapatkan data-data di dalam kantor saya, Yang Mulia. Maksud saya memusnahkan itu seperti cek saldo, kalau sudah benar, itu saldonya pasti saya buang yang saya catat catat sendiri, Yang Mulia. Yang transaksi hari ini kira-kira berapa berapa itu tuh saya buang, Yang Mulia. Itu maksud saya Yang Mulia," jelas Helena.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis (tengah) memasuki ruang sidang untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Jaksa lantas membacakan isi BAP Helena, "Dapat saya jelaskan bahwa untuk setiap transaksi yang dilakukan oleh Harvey Moeis, PT RBT, PT Stanindo, PT Tinindo, PT Sariwiguna, dan PT Venus Inti Perkasa di PT Quantum selalu dibuatkan tanda bukti penjualan maupun pembelian, namun setiap bulannya saya musnahkan."
ADVERTISEMENT
"Kemudian di poin berikutnya Saudara menjelaskan, bahwa alasan saya sehingga memusnahkannya adalah agar Bank Indonesia dalam melakukan audit tidak menemukan transaksi dari Harvey Moeis, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SBS, dan PT VIP di PT Quantum Skyline," lanjut jaksa.
Saat jaksa minta penjelasan lebih lanjut, Hakim Ketua Eko Aryanto mengambil alih dengan mengkonfirmasi kebenaran pernyataan tersebut kepada Helena.
"Saksi tadi sudah mendengarkan pembacaan berita acara saksi di pemeriksaan?" tanya hakim.
"Sudah, Yang Mulia," sahut Helena.
"Paham kan?" cecar hakim.
"Paham, Yang Mulia," jawab Helena.
"Benar tidak itu?" cecar hakim.
“Benar tapi mungkin saya bisa menjelaskan," kata Helena.
"Sebentar, enggak usah dijelaskan, benar tidak?" cecar hakim
"Benar, Yang Mulia," ungkap Helena.
Dua tersangka kasus dugaan korupsi di PT Timah Harvey Moeis (kedua kiri) dan Helena Lim (kedua kanan) berjalan memasuki gedung saat pelimpahan tahap dua di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Dalam dakwaan, Helena diduga berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
ADVERTISEMENT
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 900 juta. Ia pun duduk sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan, juga disebutkan bahwa Harvey Moeis dan Helena Lim sempat merusak barang bukti transaksi keuangan. Hal tersebut dilakukan untuk menutupi transaksi uang pengamanan yang dikumpulkan dari kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin mengumpulkan dana 'pengamanan' dari beberapa perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Para perusahaan smelter dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Mereka memberikan dana pengamanan kepada Harvey sejumlah 500 hingga 750 USD per metrik ton.
Uang tersebut dikumpulkan oleh Harvey dan diserahkan kepada Helena selaku pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange. Harvey meminta Helena untuk menukarkan uang dalam bentuk Rupiah menjadi Dolar Amerika.
ADVERTISEMENT
Helena menukarkan uang tersebut dengan total nilai mencapai 30 juta USD atau senilai Rp 420 miliar. Dari penukaran itu, Helena mendapat untung Rp 900 juta. Selain itu, dia juga didakwa turut menikmati Rp 420 miliar bersama Harvey.
Helena bersama Harvey disebut mencoba menutupi transaksi keuangan yang mereka lakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan merusak barang bukti.
Selain itu, transaksi yang dilakukan Helena dan Harvey tidak dilakukan sesuai dengan persyaratan. Transaksi tersebut pun juga tidak dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Mereka juga menyamarkan transaksi tersebut seolah-olah pembayaran utang piutang dan setoran modal usaha.