Hidayat Nur Wahid Nilai Seruan Menag Mirip Orde Baru

1 Mei 2017 2:40 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Hidayat Nur Wahid (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hidayat Nur Wahid (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
Seruan tentang ceramah dalam rumah ibadah yang diatur oleh Kementerian Agama menuai komentar berbagai kalangan. Termasuk dari Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Dia menilai aturan itu sama persis seperti apa yang terjadi pada masa Orde Baru.
ADVERTISEMENT
"Itu mengarah pada zaman orde baru dulu kemudian semacam ada litsus (penelitian khusus), screening. Kemudian semacam sertifikasi ini akan menghadirkan hal-hal yang tidak sesuai secara prinsip," kata Hidayat di Jalan Panglima Polim IX, Melawai, Jakarta Selatan, Minggu (30/4).
Adanya ceramah yang mengkritik pemerintahan, dinilai Hidayat, karena agama secara umum akan mengoreksi ketidakadilan.
"Misalnya ada suatu ketidakadilan, ada penggusuran yang tidak sesuai dengan aturan hukum, masa kita dukung. Ya tidak. Jadi agama itu, dalam dirinya bukan hanya menganjurkan kebaikan tapi juga mencegah terjadinya kejahatan," katanya.
Hidayat menghimbau sebaiknya ada komunikasi antara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan sejumlah pihak terkait ceramah di rumah ibadah, seperti para ulama. Sehingga tidak ada kekhawatiran dari pendakwah agama, nantinya ada pembatasan saat berceramah.
ADVERTISEMENT
"Saya harap Pak Menteri bisa mendialogkan ini dengan lebih bijak lagi dan seluruh stakeholder dan komunitas umat agama yang sangat berkepentingan di Indonesia," tutupnya.
Menteri Agama Lukman Hakim. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama Lukman Hakim. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan seruan aturan dalam ceramah yang ada di rumah ibadah.
Berikut isi lengkap seruan Menag tersebut:
1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.
2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.
3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.
ADVERTISEMENT
4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.
5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesauran Republik lndonesi, dan Bhinneka Tunggal Ika.
6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.
7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.
ADVERTISEMENT
8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.
9. Tunduk pada ketentuan rumah ibadah.