Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hikmahanto: Dunia Pertanyakan Posisi RI soal 9 Garis Putus yang Diklaim China
12 November 2024 13:06 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut, dunia mulai mempertanyakan posisi RI setelah munculnya Joint Statement antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping pada Sabtu (9/11) lalu, yang menyinggung kerja sama di Laut China Selatan (LCS)
ADVERTISEMENT
Pernyataan bersama yang disepakati di Beijing itu memicu polemik karena dianggap Hikmahanto mengaburkan sikap Indonesia terkait klaim China di Laut China Selatan (LCS).
Hikmahanto berpendapat bahwa pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, yang menyebut kerja sama kedua negara mengarah pada klaim Sembilan Garis Putus di LCS yang tidak diakui Indonesia berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
“Pemerintah harus mengakui bahwa kerusakan telah terjadi dan tidak harus mengelak dengan berputar-putar melalui penafsiran kata atau kalimat. Kesalahan fatal harus dilakukan mitigasi atas kerusakan (damage control),” ujar Hikmahanto.
Ia menilai klarifikasi Kementerian Luar Negeri RI pada Senin (11/11) sebagai bentuk penegasan posisi Indonesia, tak cukup memadai bagi masyarakat internasional yang telah lama mengapresiasi sikap tegas Indonesia dalam mempertahankan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna Utara.
ADVERTISEMENT
Klarifikasi dari Kemlu RI itu menyebutkan, Pernyataan Bersama RI-China hanya melibatkan kerja sama di bidang ekonomi, khususnya perikanan dan konservasi, tanpa pengakuan terhadap klaim Sembilan Garis Putus.
“Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim ‘9 garis putus-putus’ (Nine-Dash Line),” tulis pernyataan Kemlu RI.
Namun, Hikmahanto menyayangkan sikap tersebut dan menilai langkah mitigasi diperlukan untuk mempertegas komitmen Indonesia terhadap kedaulatan maritimnya.
“Pengunduran diri pejabat yang paling bertanggung jawab ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia tetap dalam komitmen kebijakan yang tidak mengakui klaim China atas Sembilan Garis Putus dan memberi assurance kepada negara-negara yang selama ini mengapresiasi posisi Indonesia. Terpenting agar China berhenti mengeksploitasi kesalahan dalam Joint Statement untuk kepentingannya semata,” tulis pernyataan pengamat hukum dan politik internasional itu.
ADVERTISEMENT
“Di samping itu, pengunduran diri merupakan bentuk tanggung jawab kepada Presiden Prabowo atas keteledoran yang telah dilakukan oleh pejabat tertinggi dalam penyusunan Joint Statement,” tutup Hikmahanto.