Hikmahanto: Piagam PBB Jadi Dalil Rusia Serang Ukraina

24 Februari 2022 20:17 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, bicara soal kondisi di Rusia-Ukraina saat ini. Menurut Hikmahanto kedua negara memiliki perspektif masing-masing dalam konflik senjata yang terjadi.
ADVERTISEMENT
"Situasi di Ukraina di mana sudah bereskalasi dengan penggunaan senjata terjadi karena ada dua narasi yang berbeda antara Rusia dan Ukraina," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Kamis (24/2).
Hikmahanto mengatakan, dalam perspektif Rusia operasi militer yang dilancarkan adalah dalam rangka kerja sama pertahanan antara Rusia dengan dua republik yang baru saja diakui kemerdekaannya. Keduanya yakni Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
Presiden Rusia Vladimir Putin, lanjut Hikmahanto, mendalilkan invasi yang dilakukan oleh pihaknya kepada Rusia memiliki dasar yakni Piagam PBB.
"Presiden Putin mendalilkan operasi militer tersebut berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB yang memberi hak negara untuk membela dirinya baik secara individual maupun kolektif melalui pakta pertahanan," kata Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani.
ADVERTISEMENT
Hikmahanto menilai, bagi Rusia dua republik yang baru diakui kemerdekaannya itu saat ini tengah mendapatkan serangan dari militer Ukraina, sehingga menjadi alasan mereka turun tangan.
Di sisi lain, narasi dari pihak Ukraina, Rusia dengan pengakuan terhadap dua Republik yang selama ini dianggap sebagai gerakan separatis telah mengganggu integritas wilayah Ukraina.
"Tentu Ukraina tidak ingin tinggal diam terhadap pelaku separatis dan karena melakukan tindakan terhadap para pemberontak," kata Hikmahanto.
Presiden Ukraina pun, lanjut dia, menyatakan bila Rusia terlibat dalam perang dalam skala besar maka tidak ada pilihan bagi Ukraina untuk membalasnya berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, pasal yang sama dengan yang digunakan oleh Rusia.
"Dalam konteks demikian hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan (use of force)," ucap Hikmahanto.
Kendaraan militer Ukraina bergerak melewati alun-alun Kemerdekaan di pusat Kyiv, Ukraina, Kamis (24/2/2022). Foto: Daniel LEAL/AFP
Hikmahanto menilai, Ukraina saat ini mengetahui bahwa militer mereka akan sulit untuk menghadapi Rusia. Maka dari itu, gerilya politik skala besar dilakukan oleh Ukraina dalam beberapa pekan terakhir untuk menggaet dukungan negara barat.
ADVERTISEMENT
"Di sini lah dalam beberapa minggu belakangan Ukraina berkeinginan untuk bergabung dengan NATO. Bila ada di dalam NATO maka serangan terhadap satu anggota NATO berarti serangan terhadap semua anggota NATO," ucap Hikmahanto.
"Tidak heran bila Presiden Putin mengancam akan menyerang Ukraina bila Ukraina bergabung ke NATO," sambung dia,
Di sisi lain, kata Hikmahanto, Presiden Ukraina saat ini memang pro barat tak seperti presiden sebelumnya yang pro Rusia. Ini juga dinilai menjadi salah satu penyebab Putin tak nyaman dengan Ukraina.
"Saat ini serangan Rusia terhadap sebagian wilayah Ukraina telah dilancarkan dan Ukraina pun sudah melakukan serangan balik. Mayoritas negara Eropa Barat dan Amerika Serikat berada di pihak Ukraina dan karenanya mengutuk apa yang dilakukan oleh Presiden Putin," pungkas dia.
ADVERTISEMENT