Hilmar Farid, Sosok di Balik Kontroversi Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1

23 April 2021 13:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko PMK Muhadjir Effendy mengaku tak tahu menahu soal Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1. Dia memang menyebut kamus itu disusun saat dirinya menjabat sebagai Mendikbud pada 2017, tetapi pembahasannya hanya di tingkat Dirjen Kebudayaan, yaitu Hilmar Farid.
ADVERTISEMENT
"Memang tidak semua pekerjaan harus lapor ke Menteri. Bisa bikin menteri habis waktu untuk baca laporan. Tidak sempat kerja. Kecuali program-program prioritas, atau program yang harus dikoordinasikan dan disinkronkan lintas satuan kerja," kata Muhadjir kepada kumparan, Kamis (22/4).
Menko PMK Muhadjir Effendy saat saat mengikuti Upacara Hari Lahir Pancasila secara virtual di Kantor Kemenko PMK, Senin (1/6). Foto: Instagram / @muhadjir_effendy
Hilmar Farid sendiri mengaku pihaknya tidak berniat menghilangkan peran KH Hasyim Asy'ari dalam kamus sejarah yang akhirnya malah berujung kontroversi. Menurutnya, kamus yang beredar di masyarakat merupakan softcopy naskah yang masih perlu penyempurnaan.
“Jadi narasi menghilangkan peran KH Hasyim Asy’ari itu tidak benar. Kami mengakui memang ada kesalahan teknis dan kami memohon maaf. Kesalahan itu seharusnya tidak perlu terjadi,” kata Hilmar dalam taklimat media di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (21/4).
Lantas, siapa sebetulnya Hilmar Farid?
ADVERTISEMENT
Hilmar lahir di kota Bonn, Jerman Barat, pada 8 Maret 1968. Berdasarkan keterangan di blog pribadinya, hilmarfarid.id, masa remaja Hilmar dihabiskan untuk dunia otomotif , bermain basket, bermusik dan membantu ayahnya.
Ayah Hilmar bernama Agus Setiadi. Dia merupakan seorang penerjemah buku cerita anak karya Enid Blyton dan Astrid Lingdren.
Hilmar kemudian memilih studi S1-nya di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Judul skripsinya adalah "Politik, Bacaan dan Bahasa pada Masa Pergerakan: Sebuah Studi Awal".
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan
Selepas lulus, Hilmar mengajar di Institut Kesenian Jakarta dari 1995-1999. Dia kemudian kembali mengajar di kampus tersebut sejak 2014 sampai sekarang.
Bersama beberapa orang seniman, peneliti, aktivis, dan pekerja budaya di Jakarta, Hilmar mendirikan Jaringan Kerja Budaya pada 1994 dan menerbitkan bacaan cetak berkala Media Kerja Budaya.
ADVERTISEMENT
Sejak akhir 1990-an, sejumlah institusi pendidikan tinggi di luar Indonesia telah mengundangnya menjadi pembicara. Di antaranya adalah National Tsing Hua Shanghai University, Australian National University, Leiden University, University of Amsterdam, hingga University California Berkeley.
Pada 2003, Hilmar mendirikan Institut Sejarah Sosial Indonesia bersama sejumlah sejarawan dan aktivis. Sejak 2012, ia bertindak sebagai ketua Perkumpulan Praxis.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Sebagai sejarawan dan pengkaji kebudayaan, Hilmar juga aktif di Asian Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan di Inter- Asia Cultural Studies Society sebagai editor. Tulisannya tentang sejarah, seni, kebudayaan, film, politik, hingga buruh tersebar di berbagai terbitan jurnal, majalah, koran dan buku.
Tulisan Hilmar salah satunya dapat dijumpai di Indoprogress.com. Sebuah media atau ruang untuk bertukar gagasan dan pengalaman politik praktis dalam bingkai besar gerakan anti-kapitalisme. Total ada 9 artikel yang dia tulis di situs tersebut.
ADVERTISEMENT
Artikel yang dia tulis di Indoprogess.com di antaranya adalah sebagai berikut:
Pada Maret 2012, ia dan bersama rekan-rekannya membentuk Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB) yang bertujuan mensosialisasikan Pilkada Jakarta 2012 tanpa keterlibatan uang. Hilmar kemudian mengkampanyekan figur yang layak dipilih dalam pilkada tersebut.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hilmar kemudian meraih gelar doktor di bidang kajian budaya di National University of Singapore pada Mei 2014. Disertasinya berjudul Rewriting the Nation: Pramoedya and the Politics of Decolonization.
Pada Maret 2014, Hilmar turut merumuskan dan bertindak sebagai ketua panitia simposium nasional bertajuk "Jalan Kemandirian Bangsa”. Kepanitian itu bertujuan merumuskan semacam "GBHN" bagi pemerintahan Joko Widodo yang saat itu baru saja diumumkan akan maju dalam Pilpres 2014.
ADVERTISEMENT
Pada 31 Desember 2015, Hilmar dilantik menjadi Dirjen Kemdikbud. Kala itu Hilmar dilantik oleh Mendikbud Anies Baswedan.