Hj Andi Depu, Pahlawan dari Mandar yang Rela Ditebas demi Merah Putih

8 November 2018 19:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi beri gelar pahlawan nasional. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi beri gelar pahlawan nasional. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi memberikan gelar Pahlawan Nasional pada Hj Andi Depu. Gelar tersebut diberikan atas dasar dedikasi dan loyalitasnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selama penjajahan, pahlawan dengan nama lengkap Ibu Agung Andi Depu Maraqdia Balanipa ini kerap menggerakkan semangat para pemuda-pemudi untuk melawan penjajahan. Ia pun dikenal sebagai Sang Ibu Agung atau Paung Depu.
Andi Depu lahir di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada Agustus 1907. Ia merupakan putri Raja ke-50 Kerajaan Balanipa di Mandar, Laqju Kanna Idoro. Andi Depu muda hanya bersekolah hingga tingkat Volkschool (sekolah rakyat atau desa).
Pada 1923, Andi Depu menikah dengan seorang bangsawan bernama Andi Baso Pabiseang. Pada 1939, Andi Depu diangkat menjadi Raja ke-51 Kerajaan Balanipa. Dengan statusnya itu, ia gigih melawan dan mengusir penjajahan Belanda dari tanah Mandar.
Andi Depu. (Foto: Facebook/Munu Ikha)
zoom-in-whitePerbesar
Andi Depu. (Foto: Facebook/Munu Ikha)
Demi mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda, Andi Depu rela meninggalkan kerajaan dan turun bersama rakyat melawan Belanda. Namun, sayangnya upaya Andi Depu ini ditentang oleh suaminya hingga berujung perceraian.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Belanda menganggap Andi Depu sebagai musuh besar di Sulawesi Barat. Hal ini terbukti Belanda susah menaklukkan Mandar dan daerah kekuasaan Kerajaan Balanipa.
Kisah Andi Depu dikenal masyarakat Sulawesi Barat saat menolak untuk menurunkan Bendera Merah Putih di halaman rumahnya. Atas aksinya itu, ia nyaris ditebas oleh tentara Netherlands-Indies Civil Administration (NICA).
Dalam buku ''Puang & Daeng: Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa-Mandar'' dijelaskan tentara NICA memaksa rakyat untuk menurunkan bendera Merah Putih. Namun, Andi Depu menolaknya. Tentara NICA kemudian mengancam akan menebang tiang bendera jika Andi Depu tak segera menurunkan bendera Merah Putih.
Bendera Merah Putih (Foto: Mufidpwt/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih (Foto: Mufidpwt/Pixabay)
Tak gentar dengan gertakan tentara NICA itu, Andi Depu yang mengenakan sarung dan kebaya sederhana langsung berlari dan memeluk tiang bendera. Dengan pekikan takbir, Andi Depu berteriak ke tentara NICA untuk menjauhi bendera Merah Putih.
ADVERTISEMENT
"Kalau kalian berani, tebaslah tiang bendera ini bersama dengan tubuh saya," hardiknya.
Teriakan itu kemudian didengar oleh rakyat. Rakyat yang kebanyakan kaum wanita dan anak-anak kemudian ikut mengelilingi tiang bendera itu. Akhirnya tentara NICA mengurungkan niat mereka untuk menurunkan paksa bendera Merah Putih.
Perjuangan Andi Depu semakin besar saat penjajahan Jepang. Pada 1944, Andi Depu mendirikan Fujinkai di Mandar sebagai wadah bagi perempuan untuk memupuk rasa juang merebut kemerdekaan seperti yang dijanjikan penjajahan Jepang.
Monumen Merah Putih Andi Depu di Tinambung, Polewali Mandar. (Foto: Instagram/@abrarmuhsin12)
zoom-in-whitePerbesar
Monumen Merah Putih Andi Depu di Tinambung, Polewali Mandar. (Foto: Instagram/@abrarmuhsin12)
Semasa hidup Andi Depu selalu melawan penjajahan bersama rakyat. Masuk penjara dan disiksa tentara Belanda dan Jepang tak menyurutkan semangat juang Andi Depu. Andi Depu wafat di Ujungpandang, Sulawesi Selatan, pada 18 Juni 1985. Jasad Andi Depu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang, Makassar.
ADVERTISEMENT
Atas perjuangannya, Presiden Sukarno memberikan penghargaan Bintang Mahaputra IV dan gelar Ibu Agung. Selain itu, pemerintah juga membentuk Monumen Merah Putih Andi Depu di Tinambung, Polewali Mandar.