Hong Arta Didakwa Suap Mantan Anggota DPR Damayanti dan Pejabat BPJN Rp 11,6 M

21 Oktober 2020 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (Jeco Group), Hong Arta John Alfred, didakwa menyuap mantan anggota DPR, Damayanti Wisnu Putranti dan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary. Suap yang diberikan sebesar Rp 11,6 miliar.
ADVERTISEMENT
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu," kata jaksa KPK membacakan dakwaan Hong Arta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10).
Suap diduga diberikan agar Hong Arta bersama dengan Abdul Khoir dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng mendapatkan paket proyek Program Aspirasi dari Anggota Komisi V DPR RI di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara berdasarkan DIPA Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
Pemberian suap dilakukan dalam tiga tahap. Dua kali untuk Amran Hi Mustary, dan satu kali untuk Damayanti.
Terdakwa Amran Hi Mustary Foto: Rosa Panggabean/ANTARA

Pemberian Pertama

Hong Arta bersama Aseng dan Abdul Khoir diduga memberikan suap sebesar Rp 8 miliar kepada Amran. Suap diberikan untuk membantu suksesi Amran sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Mulanya, Amran menyampaikan kepada Hong Arta dan Abdul Khoir bahwa butuh Rp 8 miliar untuk suksesi sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Permintaan itu disampaikan pada 12 Juli 2015. Keduanya lalu menyanggupi pemberian uang tersebut.
Menanggapi permintaan itu, Abdul Khoir menghubungi sejumlah rekanan, salah satunya Aseng. Ia menyampaikan imbalan dari uang Rp 8 miliar itu, adalah mendapatkan proyek di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Mereka pun sepakat memberikan uang itu.
Pada 13 Juli 2015, Hong Arta dan Abdul Khoir menyerahkan uang Rp 8 miliar itu. Rinciannya adalah Rp 3,5 miliar dalam pecahan dolar dan Rp 4,5 miliar kepada seorang bernama Herry, untuk diserahkan kepada Amran.
ADVERTISEMENT
Lalu Herry memberikan Rp 7 miliar kepada Amran. Sebanyak Rp 1 miliar di antaranya diambil oleh Herry. Kemudian pada bulan yang sama, Abdul Khoir memberikan kekurangan Rp 1 miliar kepada Amran, yang sebelumnya diambil oleh Herry. Tak dijelaskan bagaimana uang Rp 1 miliar dari Herry bisa kembali diambil oleh Abdul Khoir.

Pemberian Kedua

Pemberian terkait dana satu pintu sejumlah Rp 2,6 miliar kepada Amran untuk pengurusan paket proyek program aspirasi dari Komisi V DPR RI.
Sekitar Agustus 2015, Amran menyampaikan kepada Abdul Khoir membutuhkan uang Rp 3 miliar sebagai fee kepada rekanan di Komisi V DPR RI untuk pengusulan program aspirasi di wilayah BPJN IX. Setelahnya, Abdul Khoir menyampaikan adanya permintaan tersebut kepada rekanan proyek lainnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, Hong Arta, Abdul Khoir, Henock Setiawan, dan Aseng sepakat untuk memberikan fee tersebut masing-masing Rp 500 juta. Sehingga terkumpul Rp 2 miliar. Lalu pengusaha lainnya atas nama Charles Fan setuju memberi Rp 600 juta sehingga total ada Rp 2,6 miliar.
Menutupi kekurangan Rp 400 juta, Abdul Khoir menghubungi sejumlah rekanan lainnya. Namun tak ada yang bersedia memberikan. Sehingga uang Rp 2,6 miliar itulah yang diberikan kepada Amran.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Pemberian Ketiga

Pemberian uang Rp 1 miliar kepada Damayanti. Sekitar November 2015, Abdul Khoir melakukan pertemuan dengan Hong Arta dan Aseng. Di pertemuan itu disepakati ada pemberian Rp 1 miliar kepada Damayanti. Masing-masing menyiapkan Rp 330 juta.
Pada 26 November 2015, Hong Arta mengirimkan Rp 1 miliar itu melalui rekeningnya kepada seorang bernama Erwanto. Kemudian Erwanto menyerahkan uang itu kepada Damayanti dalam pecahan USD.
ADVERTISEMENT
Sehingga dari tiga pemberian tersebut, yakni Rp 10.600.000.000 kepada Amran dan Rp 1 miliar ke Damayanti, totalnya adalah Rp 11,6 miliar. Suap ini dilakukan agar Hong Arta, Abdul Khoir dan Aseng mendapatkan proyek pekerjaan.
"(Pemberian suap) dengan maksud supaya Damayanti Wisnu Putranti dan Amran Hi Mustary mengupayakan agar Terdakwa, Abdul Khoir, dan Aseng mendapatkan paket proyek Program Aspirasi dari Anggota Komisi V DPR RI di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara berdasarkan Daftar Isian Program dan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016," kata JPU KPK.
Atas perbuatannya, Hong Arta dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 UU tentang Tindak Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT