Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Hong Kong Kembali Pertimbangkan Lockdown untuk Kendalikan COVID-19
2 Maret 2022 15:23 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pemerintah Hong Kong lantas mempertimbangkan pemberlakuan lockdown. Tetapi, mereka akan melihat situasi teranyar sebelum membuat keputusan.
Hong Kong perlu menjamin kebutuhan dasar penduduk. Sebab, warga yang panik kian memadati supermarket. Pemerintah kemudian mendesak agar penduduk tidak panik dan menimbun persediaan.
Selain lockdown, pemerintah setempat tengah menyempurnakan skema tes COVID-19 wajib. Rincian tentang tes massal itu akan diumumkan ketika hasil skema telah dikonfirmasi.
"(Pemerintah) menjaga status Hong Kong sebagai pusat keuangan ketika menerapkan skema Compulsory Universal Testing (CUT)," tulis sebuah pernyataan yang dirilis pada Selasa (1/3/2022) malam waktu setempat, seperti dikutip dari Reuters.
"Pengalaman pelaksanaan inisiatif CUT di belahan dunia lain menunjukkan bahwa kebutuhan dasar warga seperti makanan, kebutuhan dan pencarian perawatan medis di luar rumah harus ditangani," sambung pernyataan itu.
Kekacauan masih melanda Hong Kong. Warga frustrasi dengan berbagai pesan berbeda dan penyesuaian aturan virus corona yang berubah-ubah hampir setiap hari.
ADVERTISEMENT
Pemimpin Eksekustif Hog Kong Carrie Lam sebelumnya bersikeras untuk menghindari lockdown seluruh kota. Lam juga tidak melihat urgensi untuk tes wajib secara massal.
Menteri Kesehatan Sophia Chan kemudian mengumumkan langkah berbeda. Pada Senin (28/2/2022), Chan mengkonfirmasi kebijakan lockdown tidak dikesampingkan pemerintah.
Pernyataan lantas memicu desas-desus di antara penduduk. Mereka khawatir skema pengujian massal akan memaksa mereka untuk mengisolasi diri. Akibatnya, mereka akan terpisah dari anggota keluarga yang dites positif.
Kabar lockdown juga mendorong warga hingga segera menyerbu supermarket untuk pasokan makanan dan produk farmasi. Masyarakat turut memenuhi layanan perbankan.
Sejak awal, Hong Kong telah berpegang teguh pada kebijakan zero-COVID yang juga berlaku di China daratan. Kebijakan itu berusaha untuk membasmi semua wabah dengan pembatasan dan karantina yang ketat.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, pakar medis mulai mempertanyakan keberlanjutan kebijakan tersebut. Sebab, varian Omicron yang sangat menular memicu lonjakan kasus. Sehingga, kebijakan itu dinilai tak relevan lagi.
Akibat lonjakan kasus, rumah sakit dan kamar mayat beroperasi pada kapasitas maksimum. Selain kasus infeksi baru, angka kematian juga terus meningkat.
Melihat urgensi untuk fasilitas kesehatan, pihak berwenang berlomba membangun puluhan ribu unit isolasi untuk mengkarantina pasien yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala.
Pemerintah Hong Kong khawatir ketika sejumlah penduduk melihat bagian dunia lain memilih pendekatan berbeda. Sebagian negara telah memilih untuk hidup dengan virus corona dengan mengandalkan vaksinasi serta mitigasi tingkat tinggi dalam mengatasi lonjakan Omicron.
Terlepas dari kekhawatiran itu, Hong Kong terus melaporkan lonjakan kasus. Lebih dari 238.000 infeksi virus corona dan sekitar 1.000 kematian telah tercatat sejak awal pandemi pada 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Per Senin (28/2/2022), pakar kesehatan dari Universitas Hong Kong mendapati 1,7 juta total infeksi. Infeksi harian juga diprediksi akan mencapai puncak dengan 183.000 kasus perhari pada pekan mendatang.
Selain angka infeksi yang tinggi, sekitar 600 dari kematian juga dilaporkan dalam sepekan terakhir. Mayoritas orang yang meninggal akibat corona merupakan penduduk yang tidak divaksinasi.
Pengusaha terkemuka Allan Zeman mengatakan, reputasi internasional Hong Kong telah 'sangat rusak.' Dalam pesan yang ia edarkan secara daring itu, Zeman menyebut pesan-pesan membingungkan dari pemerintah menciptakan kepanikan yang meluas.
"Ada terlalu banyak rumor yang beredar dan perasaan tidak pasti seperti itu," kata Zeman dalam surat yang ditujukan kepada Lam.
Zeman menambahkan, ia khawatir peran Hong Kong yang dikuasai China sebagai kota internasional dengan formula 'satu negara, dua sistem' bisa hilang.
ADVERTISEMENT
"China membutuhkan Hong Kong internasional dan bukan hanya kota lain berpenduduk 7 juta orang," sambung Zeman.
Zeman menegaskan agar pemerintah memberikan arahan yang jelas. Sehingga, penduduk dapat segera bangun dari mimpi buruk itu.
Penulis: Sekar Ayu.