Horor Kekerasan Bersenjata Antarsuku di Papua Nugini, 64 Orang Tewas

19 Februari 2024 12:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Polisi Papua Nugini. Foto: AFP/NESS KERTON
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Polisi Papua Nugini. Foto: AFP/NESS KERTON
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 64 mayat ditemukan polisi tergeletak di sepanjang jalanan dataran tinggi di daerah terpencil dekat Kota Wabag, sekitar 600 km dari ibu kota Papua Nugini, Port Moresby, pada Senin (19/2).
ADVERTISEMENT
Mayat-mayat itu diyakini sebagai pejuang suku yang bentrok dengan saingannya dari kelompok suku lain pada malam sebelumnya, Minggu (18/2) dini hari waktu setempat.
Dikutip dari AFP, gambar-gambar dari lokasi kejadian menunjukkan terdapat mayat-mayat dalam kondisi tanpa busana dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan—beberapa di antaranya ditumpuk di bagian belakang truk bak terbuka.
Beberapa mayat tersebut berada dalam kondisi mengenaskan—ada anggota tubuh mereka yang dibacok dan dibiarkan telanjang dengan botol bir atau kaleng diletakkan di atas dada mereka.
Pejabat kepolisian di Provinsi Enga, Patrick Peka, mengatakan banyak dari para korban tewas diyakini sebagai tentara bayaran, yang suka berkeliaran di pedesaan sembari menawarkan bantuan kepada suku-suku yang sedang bertikai untuk melawan saingannya.
Ilustrasi laki-laki suku Sambia di Papua Nugini. Foto: Shutterstock
"Polisi dan pemerintah tidak dapat berbuat banyak ketika para pemimpin dan elite terpelajar memasok senjata, amunisi, dan menggunakan jasa orang-orang bersenjata dari bagian lain di provinsi ini," kata Peka.
ADVERTISEMENT
Terpisah, Asisten Komisaris Polisi Samson Kua mengatakan, pihaknya meyakini bahwa baku tembak dan kekerasan antarsuku masih terjadi di lembah-lembah terdekat dari lokasi penemuan mayat.
Kua memperingatkan, jumlah korban jiwa kemungkinan bertambah, karena polisi masih menemukan mayat-mayat lain tersembunyi di semak-semak pinggir jalan. "Kami yakin masih ada beberapa mayat—di luar sana, di semak-semak," ungkap Kua.
Menurut dia, tentara bayaran yang tewas menggunakan persenjataan lengkap—termasuk senapan SLR, AK-47, M4,AR15, dan M16, serta senapan angin dan senjata api rakitan lainnya.

Pembunuhan Massal

Wilayah dataran tinggi terpencil yang biasanya luput dari pantauan hukum Papua Nugini itu selama bertahun-tahun telah menyaksikan pembunuhan massal imbas pertikaian antarsuku.
Pertikaian yang biasanya dipicu oleh persaingan kepemilikan daerah ini melibatkan kelompok suku lokal seperti Sikin, Ambulin, Kaekin, dan lain-lain. Situasi kemudian diperburuk oleh keberadaan tentara bayaran dan senjata otomatis. Padahal, semula bentrokan tersebut hanya melibatkan senjata-senjata tradisional seperti parang.
ADVERTISEMENT
Pembunuhan massal pun sering terjadi di wilayah-wilayah terpencil itu—biasanya merupakan serangan balas dendam atas penyergapan sebelum-sebelumnya. Warga sipil—termasuk wanita hamil dan anak-anak, acap kali menjadi sasaran.
Foto udara kepulan asap yang mengepul dari gedung yang terbakar di tengah penjarahan dan pembakaran selama protes atas pemotongan gaji polisi di Port Moresby, Papua Nugini, Rabu (10/1/2024). Foto: Femli Studio/via REUTERS
Aksi pembunuhan itu pun sering kali sangat kejam. Korban-korban acap kali dibacok dengan parang, dibakar, dimutilasi, atau disiksa hingga tewas.
Pemerintah di bawah kekuasaan Perdana Menteri James Marape telah mencoba berbagai upaya untuk meredam kekerasan tersebut—mulai dari mediasi antarsuku, dan amnesti senjata. Meski begitu, sejauh ini upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Sekitar 100 tentara bahkan telah dikerahkan berjaga di daerah-daerah dataran tinggi, tetapi dampaknya tidak signifikan. Dari sisi kuantitas, jumlah aparat masih kalah dengan kelompok tentara bayaran beserta persenjataan mereka.
ADVERTISEMENT
Aparat kepolisian di Papua Nugini, pada gilirannya, secara terbuka mengeluh bahwa mereka tidak memiliki sumber daya memadai untuk mengendalikan kekerasan sepenuhnya.
Berbagai alasan seperti upah aparat keamanan yang rendah dan kurangnya kontrol kepemilikan senjata di antara sesama polisi pun menjadi salah satu dari sekian banyak pemicu mengapa situasi ini sebegitu tidak terkontrol.