Hotman Paris Ngaku 'Pusing Gua' Usai Cecar Saksi Kasus Emas 1,1 Ton, Hakim Tegur

10 September 2024 16:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus korupsi emas Antam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus korupsi emas Antam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengacara Crazy Rich Budi Said, Hotman Paris, ditegur majelis hakim dalam persidangan kasus pemufakatan jahat pembelian emas Antam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/9).
ADVERTISEMENT
Hotman ditegur saat mencecar saksi yang merupakan Corporate Secretary PT Antam, Syarif Faisal Alkadrie.
Mulanya Hotman bertanya soal adanya surat keterangan adanya kekurangan penyerahan emas sebesar 1.136 kilogram dari PT Antam kepada Budi Said. Namun, Hotman tak puas dengan jawaban Syarif.
"Anda tahu enggak bahwa surat keterangan tersebut sudah dinilai di 2 perkara pidana, dinilai di Mabes, juga dikatakan itu palsu dan SP3. Diakui sebagai bukti sah di 2 perkara pidana, sampai kasasi malah 2 perkara pidananya surat keterangan yang tadi yang dibilang aneh. Kemudian perkara perdata sampai PK itu diakui sebagai sah. Apakah Anda tahu itu?" tanya Hotman.
"Tidak tahu, Pak, kalau sebelumnya, saya baru melihat ini di April 2024," jawab Syarif.
ADVERTISEMENT
"Pusing mau nanya apalagi kalau semua tidak tahu Majelis. Gimana ini. Saya jujur aja udah 38 tahun jadi pengacara belum pernah ada saya lihat perkara korupsi enggak ada kerugian negara," ujar Hotman.
Kuasa hukum terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu Irjen Pol Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menyemprotkan sanitizer saat sidang pembacaan putusan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Selasa (9/5/2023). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Hotman menilai dalam perkara ini belum ada kerugian negara yang ditimbulkan. Sebab 1,1 ton emas yang menjadi pokok masalah sama sekali belum pernah diterima Budi Said.
Hotman kemudian melanjutkan pertanyaannya soal audit yang dilakukan PT Antam ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 -- toko yang menjual emas kepada Budi Said.
Di mana, PT Antam punya ketentuan pada butik maksimal hanya bisa menjual emas senilai Rp 2 miliar setiap transaksinya.
"SOP menyatakan Rp 2 M, tapi di sini (ada transaksi) Rp 10 miliar, bahkan katanya nasabahnya Eksi ini ada 14 pengusaha, semua kayak gini. Pernah enggak mendapat perhatian, kok sudah penjualnya sangat tinggi begitu, kok enggak pernah diperiksa gitu? Enggak pernah ditanyakan ke Surabaya gitu lho?" cecar Hotman.
ADVERTISEMENT
"Enggak tahu saya," balas Syarif.
"Oke deh nyerah gua Majelis. Pusing gua," tutur Hotman.
Hotman yang sudah geram dengan jawaban Syarif pun masih mencoba bertanya persoalan yang lain. Kali ini, pertanyaan dilontarkan soal adanya upaya penagihan dari PT Antam terkait kelebihan emas yang diberikan kepada Budi Said.
Namun, lagi-lagi Syarif mengaku tidak tahu akan hal tersebut.
"Emang tupoksi kamu atau sebagai manusia sangat waras misalanya kalau orang kelebihan..." kata Hotman.
"Saudara penasihat hukum, kita tidak boleh...," ucap Ketua Majelis Hakim Tony Irfan memotong pernyataan Hotman.
"Aku yang tidak waras jadinya, Pak," sambung Hotman.
"Kita boleh untuk mencari suatu apa yang menjadi kepentingan Saudara. Tapi tolonglah dibahasakan dengan tata etika Saudara dalam suatu persidangan ini," tegur hakim.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih, mohon maaf," balas Hotman.

Soal Surat Keterangan Kekurangan Penyerahan 1.136 Kg emas ke Budi Said

Terdakwa kasus korupsi rekayasa transaksi emas Antam Budi Said (kedua kiri) mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam persidangan yang sama, Syarif sudah lebih dulu menjelaskan soal adanya kejanggalan dalam surat keterangan kekurangan penyerahan emas tersebut. Penjelasan Syarif itu disampaikan ketika jaksa penuntut umum (JPU) mencecarnya.
Syarif mengungkapkan, surat tersebut diterbitkan Endang Kumoro selaku Kepala BELM Surabaya 01 saat itu.
Kejanggalan pertama, tak dicantumkan adanya nomor surat dalam surat keterangan itu. Juga tidak ada keterangan jabatan Endang yang menandatangani surat tersebut.
"Sehingga dua hal ini yang membuat saya menyimpulkan bahwa surat keterangan ini secara bentuk bukan merupakan surat resmi perusahaan," beber Syarif.
Kemudian, Syarif melihat kejanggalan lainnya dari nilai pembelian yang melebihi kewenangan BELM Surabaya 01. Di mana, setiap transaksi maksimal hanya diperbolehkan Rp 2 miliar.
ADVERTISEMENT
Terakhir, kejanggalan juga terlihat dari harga pembelian emas yang dicantumkan.
"Di sini juga dicantumkan harga Rp 505 juta. Secara harga saya coba melihat karena harga ini adalah sesuatu yang sudah ter-publish saya lihat di website itu di tahun 2018 mengenai histori harga, di sepanjang tahun 2018 itu harga terendah itu di Rp 640 jutaan," ungkap dia.