Hujan Kritik ke Rektorat UI usai Panggil BEM: Seperti Orde Baru, Kontraproduktif

29 Juni 2021 9:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Universitas Indonesia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Indonesia. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Hujan kritik menghujam Rektorat Universitas Indonesia (UI) usai memanggil BEM karena mengkritisi Presiden Jokowi. Diketahui, BEM UI menyatakan Jokowi sebagai King of Lip Service karena dinilai banyak obral janji tetapi tak ditepati.
ADVERTISEMENT
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu," tulis BEM UI di Instagram. BEM juga memajang foto Jokowi yang sudah diedit.
Hal itulah yang membuat Rektorat memanggil Ketua BEM UI bersama dengan beberapa jajarannya pada Minggu (27/6).
Cara Rektorat dalam merespons kritik dari BEM UI kepada Presiden Jokowi inilah yang disayangkan banyak pihak. Rektorat dinilai seperti orde baru, yang hendak membungkam suara mahasiswa terhadap penguasa.
Kritik-kritik kepada Rektorat pun tak terelakkan. Apa saja kritik itu?
Fadli Zon klaim bukti PKI dalang G30S. Foto: Youtube: Fadli Zon Official
Bungkam Kebebasan Berekspresi
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon melalui media sosialnya mengecam langkah Rektorat UI yang memanggil BEM. Fadli menyebut, pemanggilan ini merupakan pembungkaman kebebasan berekspresi.
ADVERTISEMENT
"Sebagai alumni UI, saya mengecam sikap Rektorat @univ_indonesia yang cenderung membungkam kebebasan berekspresi @BEMUI_Official," kata Fadli yang dikutip kumparan, Senin (28/6).
Anggota Komisi I DPR ini menilai seharusnya pihak rektorat melakukan pengkajian terkait apa yang disampaikan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam BEM UI. Bukan hanya melakukan pemanggilan terhadap mereka.
Bagi Fadli apa yang dilakukan Rektorat UI sangat memalukan.
"Sungguh memalukan pakai 'panggilan' segala," ujarnya.
Kepala Badan Komunikasi Strategis, DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Foto: Dok. Istimewa
Rektorat Jangan Sanksi Mahasiswa
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra berpandangan keberanian BEM UI menyampaikan kritik perlu diapresiasi. Menurut dia, kritik itu wujud tanda sayang kepada Jokowi agar tidak mengambil kebijakan yang keliru.
Terkait otoritas kampus yang memanggil BEM UI, pimpinan ILUNI UI itu berpandangan otoritas berhak memanggil mereka. Namun, kata dia, dalam pertemuan itu tidak perlu dipaksakan untuk mencapai kesepakatan.
ADVERTISEMENT
Dia juga berharap BEM UI tidak diberi sanksi akademis karena kritikannya.
"Sah-sah saja jika bersepakat untuk tidak bersepakat. Bila memang kemudian tidak bersepakat, kami berharap tidak ada mahasiswa yang diberi sanksi akademis atas sikap dan kritikannya," ujarnya.
Herzaky menambahkan jika perlu pihak kampus sebaiknya memfasilitasi BEM UI untuk bertemu dengan Jokowi. Sebab, kata dia, BEM UI tak asal kritik. Dia menyebut BEM UI melakukan kajian serius dan mencantumkan daftar referensi mereka dalam postingan tersebut.
Ilustrasi Universitas Indonesia. Foto: Shutter Stock
Kampus Tak Boleh Jadi Alat Istana
Senada dengan Herzaky, Wasekjen Partai Demokrat Irwan meminta agar kampus tak mematikan daya kritis mahasiswa.
"Pihak kampus tidak boleh jadi alat Istana untuk membungkam kemerdekaan mahasiswa berpendapat," kata Irwan.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi V DPR ini meyakini BEM UI sebut Jokowi Lip Service alias Raja Membual memiliki basis data yang kuat. Menurut dia, tak seharusnya UI memanggil para mahasiswanya tersebut.
Lebih lanjut, Irwan menilai Rektorat UI telah gagal mereformasi dunia perguruan tinggi jika menganggap sikap BEM UI menjuluki Jokowi The King of Lip Service sebagai sebuah pelanggaran.
"Menganggap langkah BEM UI menjuluki Jokowi The King of Lip Service sebagai pelanggaran sama saja mengulang kesalahan Orde Baru yang menormalisasi kehidupan kampus serta melumpuhkan kegiatan dan hak politik mahasiswa," pungkas dia.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Jangan Jadi Seperti Orde Baru
Wakil Ketua MPR Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid meminta rektorat agar lebih profesional dan tidak bersikap seperti rezim Orde Baru.
ADVERTISEMENT
"Jadi lebih baik kalau (Rektorat ) UI tidak mengesankan pada rezim Orde Baru yang main panggil, mengesankan kondisi yang mencekam sehingga hari Minggu juga dipanggil," kata Hidayat Nur Wahid.
Diketahui, sejumlah pengurus BEM UI dipanggil hari Minggu (27/6) kemarin. Padahal sudah jelas hari Minggu. Hidayat mengatakan, Rektorat UI harusnya bisa menjadi lembaga yang mengedepankan aspek akademis.
"Maka yang dilakukan BEM UI mestinya disikapi dalam konteks akademik begitu dan itu akan juga mendudukkan masalah pada proporsi yang sebenarnya," kata Hidayat.
"Lebih baik bertemulah secara akademik sambil menguatkan intelektualisme dan mendidik," tambahnya. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini juga menilai kritik yang dilontarkan BEM UI adalah wajar dan berdasar.
Politisi PSI Tsamara Amany usai sidang putusan gugatan UU Pilkada di Gedung MK, Rabu (11/12). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Jika Mahasiswa Mengkritik Lalu Diserang, Kapan Politik Regenerasi?
ADVERTISEMENT
Ketua DPP PSI Tsamara Amany menilai kritik dari BEM UI harus ditanggapi dengan wajar. Menurut dia, ini merupakan bagian dari regenerasi politik.
"Tapi kalau ada mahasiswa mengkritik, lalu kita ramai-ramai serang pribadinya dan bahkan melarang kritik tersebut, kapan politik kita bisa regenerasi?" kata Tsamara Amany dalam akun Twitternya.
Tsamara juga mengungkapkan ada keinginan terdalamnya agar anak muda Indonesia terjun ke dunia politik. Agar anak muda tertarik masuk ke politik maka suara mereka jangan sampai dibungkam.
"Kita ingin banyak anak muda masuk ke politik," ujarnya.
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra. Foto: Rafyq Alkandy/kumparan
Rektorat Kontraproduktif
Guru Besar UIN Jakarta, Prof Azyumardi Azra mengkritisi langkah rekorat UI yang menertibkan kebebasan mahasiswa untuk beraspirasi dan mengkritik pemerintah.
"Langkah perguruan tinggi menertibkan kebebasan kepemimpinan mahasiswa untuk beraspirasi dan mengkritik penguasa jelas tidak pada tempatnya dan kontraproduktif bagi kehidupan hari ini dan masa depan Indonesia yang lebih baik," kata Prof Azyumardi lewat tulisannya di Facebook.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kritik yang disampaikan BEM UI adalah imbauan dan kekuatan moral yang saat ini langka keluar dari menara gading.
"Kita memerlukan semakin banyak kritisisme di tengah disrupsi dan disorientasi oligarki politik dinastik nepotis dewasa ini," pungkasnya.