Hujan Kritik Setelah Dewas Dilantik

22 Desember 2019 8:04 WIB
comment
48
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Dewan Pengawas KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dewan Pengawas KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah melantik Dewan Pengawas KPK pada Jumat (20/12). Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono.
ADVERTISEMENT
Mereka terkenal dengan rekam jejaknya yang baik dan terlihat menjanjikan. Meski telah dilantik, masih ada yang menjadi kekhawatiran sejumlah pihak, yaitu konsep dewas.
PKS menilai yang menjadi permasalahan sekarang adalah keberadaan dewas berpotensi mengganggu kinerja KPK. Politikus PKS, Indra, mengatakan jika konsepnya bermasalah maka akan berpengaruh pada kinerja personelnya. Meski orang-orang yang ditunjuk jadi Dewas sudah teruji integritasnya.
"Kalau konsepnya bermasalah, personelnya juga akan punya potensi bermasalah kedepan walaupun juga punya potensi mereka progress menjalankan amanah dengan baik," kata Indra saat diskusi Polemik di kawasan Thamrin, Sabtu (21/12).
Pelantikan Dewas KPK di Istana Negara. Foto: Kevin S Kurnianto/kumparan
Contoh konsep yang dia maksud adalah kewenangan Dewas yang bisa memberi izin atau tidak terhadap penyadapan. Menurutnya, akan ada godaan terhadap Dewas jika yang disadap adalah koleganya.
ADVERTISEMENT
"Ada keluarganya, kerabatnya, atau koleganya, atau orang dengan yang memilihnya, kebetulan diduga melakukan tindak pidana korupsi dan dia mengetahui akan sadap rasanya godaan itu akan cukup berat untuk dia tidak memberi tahu," kata dia.
"Untuk tidak berinvestasi utang budi kepada orang-orang tertentu walau pun sangat mungkin juga dia bisa Istiqomah tapi peluang itu semakin besar bocornya dapat itu semakin tinggi dengan adanya pihak yang diberi tahu," sambungnya.
Kritik juga datang dari pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar. Ia menilai, meski anggota Dewas diisi tokoh-tokoh yang dianggap berintegritas, namun dengan sistem yang bermasalah tetap berpotensi menghasilkan produk yang tidak baik.
"Dewas itu orangnya sangat berintegritas, sangat baik, dan sebagainya. Tetapi narasi baik ini bisa jadi jebakan Batman bagi kita, karena persoalannya bukan orangnya, tetapi lebih kepada sistemnya. Itu yang jadi persoalan," kata Ficar.
Suasana jelang pengucapan sumpah Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Kevin S Kurnianto/kumparan
Menurut Ficar, Dewas bisa menjadi jebakan Batman karena Dewas bukan penegak hukum. Ia menjelaskan Dewas tak diberikan kewenangan sebagai penyidik atau penuntut umum. Melainkan Dewas memiliki kewenangan yang kuat di mana bisa memberi izin atau tidak terhadap penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
ADVERTISEMENT
"Puncaknya adalah perubahan UU KPK lama menjadi baru, dan perubahannya sangat paradigmatis. Dari lembaga independen sekarang menjadi lembaga yang di bawah kekuasaan eksekutif. Pegawai, penuntut, penyidik semuanya ASN," ucapnya.
Ficar berharap masyarakat jangan sampai terlena dengan sosok Dewas yang berintegritas. Sebab KPK bukan lagi sebagai lembaga yang independen, sehingga berpotensi diatur.
"Yang saya katakan tadi. Jangan sampai narasi baik orang yang duduki Dewas jangan jadi jebakan Batman. Karena yang keliru sistemnya yang menempatkan KPK di bawah pemerintahan, dia tidak beda dengan penegak hukum lain," tuturnya.
Hal lain yang menjadi kritik adalah tak adanya batasan yang diatur dalam undang-undang. Ficar mengatakan Dewas ini bebas, tidak mempunyai larangan maupun aturan mengenai kedudukannya.
ADVERTISEMENT
"Bahkan, yang namanya pimpinan KPK sekarang cuma pimpinan administratif, dia bukan penegak hukum. Dia bukan penyidik, dia bukan penuntut. Dia tidak memiliki kewenangan untuk menyetujui penyadapan, penangkapan, sebagainya. Kewenangan itu diambil Dewas," jelasnya.
Ilustrasi Penyadapan Foto: Pixabay
"Itu kelemahan sistemik. Sistemnya yang lemah. Kalau di dalam UU KPK, komisioner saja bertemu orang yang diperiksa di KPK dia bisa dihukum 5 tahun. Tapi Dewas ini bebas, tidak ada larangan apa-apa, tidak ada aturan mengenai kedudukan Dewas ini sebagai apa," sambung dia.
Jika melihat Pasal 36 UU Nomor 19 Tahun 2019, larangan hanya berlaku untuk pimpinan dan pegawai KPK. Sementara di UU KPK yang baru, sama sekali tak disebutkan larangan untuk Dewas.
"Dia (Dewas) boleh ketemu siapa saja, artinya apa? Artinya tidak ada sistem yang membatasi, di sisi lain dia punya kewenangan besar. Mengizinkan atau tidak mengizinkan penyadapan, penyitaan, dia punya kewenangan itu," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ficar menilai hal itu bisa menjadi sangat berbahaya. Karena jika Dewas diisi sosok yang tak berintegritas, berpotensi disalahgunakan.
"Artinya kalau orang di Dewas itu tidak memiliki integritas seperti yang (menjabat) sekarang, tidak mustahil Dewas akan disalahgunakan kewenangannya. Kalau Dewas orang enggak berintegritas, bukan mustahil Dewas ini disalahgunakan, bahkan bisa jadi alat menggigit KPK ini ke depan," imbuhnya.
Kritik-kritik tersebut pun ditanggapi oleh anggota Dewas KPK, Harjono. Ia menghargai segala bentuk kritik yang dilayangkan sejumlah pihak kepada KPK karena Dewas secara struktural baru dibentuk, sehingga masih banyak yang harus dilengkapi.
"Masih berjalan, masih banyak yang harus diisi (dilengkapi)," kata Harjono saat dihubungi.
"Kan belum pernah dibuat (kode etik untuk Dewas), belum pernah ada. Itu salah satu kewajiban yang nanti akan kita buat. Kalau dulu diatur untuk kepentingan apa? Kan di UU KPK baru yang kemudian mencantumkan itu," sambungnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Harjono mengatakan Dewas perlu mengkaji terlebih dahulu apakah kode etik itu harus dengan Peraturan Presiden atau bisa dibuat langsung oleh Dewas. Apabila harus melalui Perpres, Dewas menyerahkan langsung kepada Presiden Jokowi untuk membuatnya.
"Kalau nanti di dalam undang-undang KPK itu harus diatur kode etik, kode etik bentuknya apa? Kalau bentuknya Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden nanti kita serahkan ke Presiden (sebagai) pembuat," katanya.
"Kalau kemudian peraturannya bisa dibentuk di KPK, ya kita akan siapkan. Begitu," lanjutnya.
Kini sejumlah PR yang menanti Dewas adalah menuntaskan kasus-kasus besar seperti perkara BLBI hingga Century. Politikus Gerindra, Hendrasam, mengatakan kasus Century hingga saat ini hanya menyentuh pinggiran-pinggiran saja.
"Kasus Century itu sangat-sangat terang benderang, kami sebagai pengacara kurang lebih tahu persis lah, ya, kurang lebih yang bermain di sana," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Tapi sampai sekarang untouchable, hanya kena pinggiran-pinggiran saja. Itu suatu gebrakan sebenarnya kalau Dewas dan Pimpinan KPK bisa berikan suatu signifikansi masalah penegakan hukum korupsi," pungkasnya.