Hukuman Bupati Bandung Barat Diperberat MA, Hak Politiknya Dicabut 5 Tahun

15 Juli 2022 16:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Foto: IG @aa.umbara
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Foto: IG @aa.umbara
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) tidak menerima permohonan kasasi yang diajukan oleh mantan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Bak terjatuh lalu tertimpa tangga, hukuman Aa Umbara justru malah diperberat oleh majelis hakim MA.
ADVERTISEMENT
Aa Umbara merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan barang bansos COVID-19 di Kabupaten Bandung Barat dan juga gratifikasi. Dia dihukum 5 tahun penjara dan Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung.
Selang beberapa bulan usai putusan, Aa Umbara mengajukan kasasi ke MA atas vonisnya. Hakim MA Eddy Arm selaku ketua majelis, Yohanes Priyana dan Ansori selaku hakim anggota, yang mengadili perkara tersebut memperberat hukuman Aa Umbara.
"Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa Aa Umbara Sutisna," demikian amar putusan yang dibagikan oleh jubir MA Andi Samsan Nganro yang juga merupakan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Jumat (15/7).
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak Terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak Terdakwa selesai menjalani pidana," kata Andi.
ADVERTISEMENT
Dalam vonis sebelumnya, tak ada hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik ini. Namun kini, Aa Umbara tak bisa ikut dalam politik praktis selama 5 tahun usai dia bebas. Putusan tersebut dibacakan pada 13 Juli 2022.
Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro saat konferensi pers tentang putusan PK Baiq Nuril. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Lantas apa pertimbangan MA atas putusan tersebut?
Andi membeberkan, pengajuan kasasi juga dilakukan bukan hanya oleh Aa Umbara, tetapi juga oleh JPU KPK. Pertimbangan pemberian hukuman tambahan dikarenakan hal tersebut sudah dipertimbangkan oleh PN Bandung, tetapi tidak termuat dalam putusan, sehingga perlu diperbaiki.
"Pengadilan Negeri Bandung telah dipertimbangkan namun dalam amar putusannya tidak disebutkan sehingga putusan Pengadilan Negeri Bandung tersebut layak menurut hukum untuk diperbaiki mengenai penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak politik untuk dipilih selama jangka waktu tertentu setelah Terdakwa selesai menjalani pidananya," kata Andi.
ADVERTISEMENT
"Dengan alasan bahwa Terdakwa selaku pimpinan daerah telah melanggar etika good government dengan memanfaatkan kedudukan dan jabatan untuk kepentingan diri sendiri, apalagi berkaitan dengan penanganan tanggap darurat yang menjadi lingkup kewenangannya (ketua gugus tugas tingkat II/Kabupaten) serta mengkhianati amanah rakyat yang memilihnya," sambung dia.
Dalam kasusnya, Aa Umbara dinilai ikut campur tangan dalam pengadaan barang untuk penanganan pandemi di Kabupaten Bandung Barat. Campur tangan tersebut melalui perusahaan milik M. Totoh Gunawan serta perusahaan yang disiapkan oleh Andri Wibawa melalui Denny Indra Mulyawan, Hardy Febrian Sobana, dan Diane Yuliandari.
Andri Wibawa adalah anak Aa Umbara, sementara Diane Yuliandari disebut merupakan istri siri Aa Umbara.
Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi Rp 2,4 miliar dalam dua tahun terkait jabatannya selaku bupati. Uang itu berasal dari sejumlah pihak dengan tujuan yang berbeda-beda. Mulai dari terkait mutasi hingga proyek.
ADVERTISEMENT