Hukuman Eks Dirut PT Timah Turut Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara

13 Februari 2025 13:48 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis eks Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, menjadi 20 tahun penjara. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Riza.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim PT Jakarta menyatakan tidak sependapat dengan hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Mochtar Riza. Mulai dari pidana badan, pidana denda, hingga pidana uang pengganti.
Adapun putusan itu diketok oleh Catur Iriantoro selaku Hakim Ketua, dengan Hakim anggota yakni Sri Andini, Istiningsih Rahayu, Anthon R. Saragih, dan Hotma Maya Marbun.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 20 tahun," ucap Hakim Catur membacakan amar putusannya di Pengadilan Tinggi Jakarta, Kamis (13/2).
Majelis Hakim juga menghukum Mochtar Riza dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Majelis Hakim juga membebani Mochtar Riza untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 493,3 miliar.
ADVERTISEMENT
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Mochtar Riza dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Apabila Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana penjara selama 6 tahun," ucap Hakim Catur.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/9/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Sebelum membacakan amar putusannya itu, Majelis Hakim juga menyampaikan sejumlah keadaan memberatkan, yakni perbuatan Mochtar Riza selaku Dirut PT Timah tahun 2015 telah menginisiasi kerja sama penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Selain itu, akibat aktivitas penambangan timah ilegal tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara maupun kerugian lingkungan.
Sementara itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa tidak ada keadaan yang meringankan dalam vonis yang dijatuhkan kepada Mochtar Riza.
ADVERTISEMENT
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Mochtar Riza hanya divonis 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan. Bahkan dia tidak dijatuhi hukuman uang pengganti.
Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) saat itu menuntut Riza untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 493,3 miliar subsider penjara 6 tahun. Kini uang pengganti itu sudah dibebankan kepada Mochtar Riza.
Mochtar Riza dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Peran Mochtar Riza

Dalam dakwaannya, Mochtar Riza disebut mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Mochtar mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Awalnya Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik izin usaha jasa pertambangan/IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kemudian, mereka membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah. Dalam pelaksanaannya, PT Timah membeli bijih timah dari para penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah menggunakan CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Emil bersama-sama dengan Mochtar dan Tetian untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Mochtar bersama-sama Alwin pun melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5 persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
Lalu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta.
ADVERTISEMENT
JPU menyebutkan Mochtar selanjutnya bersama-sama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Hal tersebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun dan menguntungkan sejumlah pihak. Perusahaan CV Salsabila Utama yang dikuasai Mochtar, Emil, dan Alwin, ini pula mendapatkan keuntungan yang fantastis mencapai Rp 986.799.408.690.