Ibu Kehilangan Bayi Korban Rapid Test: Postingan Jerinx Mewakili yang Saya Alami

20 Oktober 2020 13:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
I Gusti Ayu Arianti (23). Foto: Denita br Matondang/Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
I Gusti Ayu Arianti (23). Foto: Denita br Matondang/Kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
I Gusti Ayu Arianti (23), perempuan asal Mataram ini, tak bisa membendung airmatanya saat hadir di persidangan 'IDI Kacung WHO' di Pengadilan Negeri Denpasar (PN Denpasar), Selasa (20/10).
ADVERTISEMENT
Kehadirannya sebagai saksi meringankan bagi terdakwa Jerinx atau I Gusti Aryastina. Jerinx mengaku menulis unggahan di Instagram lantaran banyak ibu hamil yang menjadi korban kebijakan rapid test sebagai syarat administasi untuk mengakses layanan kesehatan atau persalinan.
Ayu yang tengah hamil 8 bulan, mengaku bayinya meninggal dalam kandungan karena prosedur rapid test. Menurutnya dokter mau membantunya bersalin jika ada hasil rapid test. Padahal, air ketuban sudah pecah.
Di depan Majelis Hakim yang diketuai Ayu Nyoman Adnya Dewi, Ayu sepakat dengan Jerinx yang menolak kebijakan rapid test sebagai syarat administasi untuk mengakses layanan kesehatan atau persalinan bagi hamil.
"Saya setuju (menolak rapid test bagi ibu hamil), karena memang ibu hamil itu kenapa tidak ditangani terlebih dahulu seperti protes yang diberikan Bapak Jerinx. Jadinya saya di sini ingin sampaikan pernyataan saya alami apa yang dibilang sama Bapak Jerinx," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dia juga menyatakan, apa yang disuarakan Jerinx melalui akun Instagramnya mewakili pendapat dan perasaannya sebagai orang yang telah berpengalaman langsung dengan syarat administrasi rapid test.
"Iya, terwakili karena saya mengalami langsung," kata dia saat ditanya pengacara Jerinx, Gendo Suardana.
Dengan suara berat menahan air mata, Ayu menuturkan peristiwa nahas itu terjadi pada Selasa (17/8) lalu. Sekitar pukul 07.00 WITA, tiba-tiba air ketubannya pecah.
Bersama suaminya dia langsung mendatangi RSUD Kota Mataram meminta pertolongan. Pertolongan ditolak karena tidak membawa dokumen rapid test. Petugas menyarankan agar pasutri tersebut ke puskesmas menjalani rapid test dahulu.
Keduanya langsung tancap gas ke puskesmas. Mereka terpaksa mengantre selama 1 jam untuk rapid test. Sementara itu, air ketuban Ayu semakin deras. Dia terpaksa pulang ke rumah menganti pakaiannya.
ADVERTISEMENT
1 jam kemudian, mereka tancap gas ke Rumah Sakit Permata Hati dengan hasil non reaktif corona. Ayu langsung dilarikan ke UGD. Menurut perawat, jantung bayi laki-lakinya melemah.
Sekitar pukul 11.00 WITA akhirnya Ayu menjalani operasi sesar. Naas, dokter menyatakan si bayi telah meninggal. Ayu bingung karena dokter menyatakan bayi telah meninggal 7 hari di dalam kandungan.
"Itu yang saya tanya ke dokter, kenapa 7 hari meninggal dalam kandungan, padahal pas di UGD bayi saya bergerak. Dia bilang 'Itu keajaiban Tuhan' Saya bilang. "Oh ya pak, terima kasih", imbuh dia.
Ayu berharap kebijakan rapid test sebagai syarat administasi ini dievaluasi oleh pemerintah. Dia yakin ibu hamil semakin depresi dengan syarat rapid test selama kehamilan. Apalagi dalam situasi darurat.
ADVERTISEMENT
"Kalau dibilang kecewa sih kecewa. Tertekan sekali saya harus oper sana, oper sini. Saya belum ditangani. Kenapa enggak ditangani dulu sayanya, melahirkan anaknya, setelahnya dirapid saya enggak masalah. Anak saya entah itu selamat atau tidak masalah). Maunya ada hasilnya, bayi saya ditolong," kata dia.
=====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.