ICC Rilis Surat Penangkapan Terhadap Kepala Junta Militer Myanmar

27 November 2024 17:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panglima Tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Foto: Lynn Bo Bo/Pool/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Panglima Tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Foto: Lynn Bo Bo/Pool/REUTERS
ADVERTISEMENT
Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, atas dugaan penganiayaan terhadap komunitas Rohingya.
ADVERTISEMENT
Langkah yang diumumkan pada Rabu (27/11) ini merupakan respons akan kejahatan serius yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar dan Bangladesh.
Sebuah panel yang terdiri dari tiga hakim akan memutuskan apakah terdapat “alasan yang masuk akal” untuk meyakini bahwa Min Aung Hlaing bertanggung jawab secara pidana atas deportasi dan penganiayaan terhadap komunitas Rohingya.
Keputusan ini biasanya memakan waktu sekitar tiga bulan sebelum surat perintah resmi diterbitkan.
Hingga kini, juru bicara junta militer Myanmar belum memberikan komentar terkait permohonan tersebut.
Pemandangan luar Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, 31 Maret 2021. Foto: REUTERS/Piroschka van de Wouw
Kantor kejaksaan ICC menyatakan permohonan surat perintah penangkapan ini didasarkan pada penyelidikan yang ekstensif, independen, dan tak memihak.
Mereka juga mengindikasikan surat perintah lainnya untuk tokoh-tokoh Myanmar akan menyusul.
“Ini adalah permohonan pertama kami untuk surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah Myanmar. Akan ada lebih banyak lagi yang menyusul,” ujar jaksa ICC dalam pernyataannya, seperti diberitakan Reuters.
ADVERTISEMENT

Latar Belakang Kasus

Anggota komunitas Muslim Rohingya pengungsi internal terlihat di kamp Thet Kay Pyin di Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, pada 5 Juni 2021. Foto: STR/AFP
Lebih dari 730 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat operasi militer Myanmar. Tak sedikit juga yang kemudian lari dan terdampar ke Indonesia.
Penyelidik PBB menilai hal itu dilakukan dengan “niat genosida”.
Imigran etnik Rohingya asal Myanmar yang terdampar di Kabupaten Aceh Selatan tiba depan kantor Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Aceh di Banda Aceh, Aceh, Kamis (7/11/2024). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
Meski demikian, pemerintah Myanmar yang mayoritas beragama Buddha membantah tuduhan tersebut. Mereka mengeklaim operasinya hanya menargetkan kelompok teroris dan bukan warga sipil.
Meski Myanmar bukan anggota ICC, pengadilan yang berbasis di Den Haag itu memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan lintas batas yang melibatkan Bangladesh pada 2018 dan 2019, lantaran Bangladesh merupakan anggota ICC.
Dengan demikian, penyelidikan formal dapat dilakukan meski Myanmar berada di luar perjanjian ICC.