Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ICW Desak Kejagung Jelaskan Detail Kasus Impor Gula: Agar Tak Dianggap Politis
31 Oktober 2024 11:21 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus importasi gula. Mereka adalah Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015–2016 Charles Sitorus.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Diky Anandya, mendesak agar Kejagung menjelaskan secara detail perkara ini. Termasuk penerapan pasal dengan konstruksi perkara hingga kemungkinan pihak lain yang terlibat. Agar, penanganan perkara ini tidak dianggap politisasi.
Menurut Diky, kebijakan impor gula di Kementerian Perdagangan tak hanya dilakukan saat Tom Lembong menjabat sebagai menteri. Oleh karenanya, pihak lain yang diduga terlibat perlu diusut.
"ICW mendesak agar penyidik juga melakukan pengembangan kasus, khususnya untuk menemukan aktor-aktor lain yang diduga terlibat," ujar Diky kepada wartawan, Kamis (31/10).
"Sebab, jika dicermati lebih lanjut, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015–2016, tapi juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya," katanya.
Selain itu, Diky juga meminta Kejagung turut mengusut potensi keterlibatan kementerian lain dalam kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut," jelas dia.
Lebih lanjut, Diky juga mengingatkan agar Kejagung tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum. Akan tetapi, juga menjelaskan terkait pasal yang digunakan dalam menjerat tersangka kasus ini.
Menurutnya, Kejagung mesti menjelaskan penggunaan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengatur kategori kerugian keuangan negara.
"Di sini, penting bagi Kejaksaan Agung mengurai dan mengaitkan unsur pasal dengan kesalahan yang disangkakan," tutur dia.
Diky menerangkan bahwa tindak pidana korupsi juga perlu dilihat mens rea atau niat jahatnya. Kemudian, lanjutnya, tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Diky menegaskan hal tersebut juga penting dijelaskan oleh Kejagung kepada publik agar tidak ada tudingan politisasi dalam penanganan perkara yang menjerat Tom Lembong.
"Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat," pungkasnya.
Kasus Impor Gula
Adapun dalam kasusnya, pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak butuh impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Thomas Lembong selaku menteri diduga justru mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, yang boleh mengimpor gula kristal putih adalah BUMN, bukan perusahaan swasta. Izin itu dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November-Desember 2015, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Perusahaan gula swasta yang dimaksud yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Kemudian, 8 perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi gula kristal putih itu sebenarnya izin industri mereka hanyalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan minuman dan farmasi.
ADVERTISEMENT
Lalu, setelah 8 perusahaan itu mengimpor gula mentah dan diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran. Harga jualnya Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 13 ribu.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.