Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ICW Desak Polri Buka Risalah Sidang Etik Brotoseno: Agar Semua Terang Benderang
4 Juni 2022 15:05 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Polri membuka risalah persidangan etik AKBP Raden Brotoseno agar bisa diakses masyarakat. Hal ini agar semua spekulasi terkait Brotoseno menjadi terang.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, dengan dibukanya risalah persidangan, masyarakat juga bisa mengetahui alasan mengapa Brotoseno tak dipecat dari Polri.
"Agar semua terang benderang, ICW mendesak Polri untuk membuka risalah persidangan etik Brotoseno ke masyarakat. Ini penting, agar kita dapat membaca pendapat dan pertimbangan para pejabat Polri yang pada akhirnya mempertahankan status keanggotaan mantan napi korupsi itu,” kata Kurnia kepada wartawan, Sabtu (4/6).
Diketahui, Polri hanya menyampaikan alasan tak memecat Brotoseno karena dia memiliki prestasi dan ada surat dari atasannya yang menyatakan sang eks napi korupsi masih dibutuhkan di Polri. Namun Polri tak merinci apa prestasi Brotoseno dan juga siapa atasan yang dimaksud.
Di sisi lain, ICW juga mendesak pemerintah segera mengubah substansi PP 1/2003 dengan menghapus satu syarat lain dalam pemberhentian anggota Polri.
ADVERTISEMENT
Menurut Kurnia, putusan yang berkekuatan hukum sebagai syarat memecat anggota Polri, yang disebut dalam PP 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri,sudah cukup. Sehingga, tidak perlu ada tambahan pertimbangan pejabat berwenang, sebagai substansi dalam PP tersebut saat ini.
“Mestinya, putusan berkekuatan hukum tetap menjadi cukup untuk bisa memberhentikan tidak dengan hormat anggota Polri,” kata dia.
Kemudian, ICW menduga Polri sejak awal memang berupaya menutup rapat informasi perihal kembalinya Brotoseno berdinas di kepolisian. Dugaan tersebut didasarkan surat permintaan klarifikasi yang sejak Januari lalu ICW kirimkan ke Polri, namun tak kunjung berbalas.
Polri baru memberi penjelasan kepada publik usai Brotoseno ramai dibicarakan di media alias viral.
“Dari sini bisa disimpulkan bahwa Polri baru merespons jika isunya viral terlebih dahulu di tengah masyarakat. Jika tidak, maka kami yakin akan diabaikan begitu saja,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD ikut memberikan tanggapan terkait polemik tidak dipecatnya AKBP Raden Brotoseno dari Polri. Dia menyatakan akan mendalami fakta terkait Brotoseno.
"Kita akan dalami dulu," ucap Mahfud MD.
Sebelumnya, Brotoseno dihukum 5 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 1,75 miliar terkait penanganan perkara. Ia bebas bersyarat pada 2020. Berdasarkan sidang etik, Polri memutuskan tidak memecat Brotoseno. Ia kini kembali bertugas di Bareskrim Polri.
Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengatakan, ada 4 poin yang menjadi alasan Polri tak memecat Brotoseno. Salah satunya, Brotoseno memiliki prestasi, dan ada surat pernyataan dari atasan yang menjadi pertimbangan agar Brotoseno tak dipecat.
"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," kata Sambo.
Adapun Brotoseno terjerat kasus korupsi pada November 2016. Saat itu, dia berpangkat AKBP di Bareskrim Polri. Dia terjerat kasus korupsi dalam penanganan perkara cetak sawah di Kalimantan pada 2012-2014.
ADVERTISEMENT
Brotoseno saat itu dijerat bersama dengan anak buahnya yang bernama Dedy Setiawan Yunus. Keduanya diduga menerima suap Rp 1,9 miliar dari pengacara dan seorang swasta.
Kasus Brotoseno ini ditangani oleh pihak kepolisian. Setelah proses penyidikan berjalan beberapa bulan, kasus Brotoseno disidangkan pada 1 Februari 2017.
Dalam sidang perdana dengan agenda dakwaan, Brotoseno bersama Dedy didakwa menerima suap Rp 1,9 miliar dari total commitment fee sebesar Rp 3 miliar dari Harris Arthur Hedar (pengacara) dan Lexi Mailowa Budiman (swasta).
Dalam dakwaan, Brotoseno yang menjadi penyidik di Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri saat itu menerima suap agar menunda pemeriksaan Dahlan Iskan sebagai saksi di kasus tersebut.
Persidangan pun bergulir, hingga memasuki tahap tuntutan. Jaksa meyakini Brotoseno terbukti bersalah. Dalam sidang tuntutan, JPU menuntut Brotoseno 7 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Namun pada sidang vonis, majelis hakim Pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Brotoseno. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
Brotoseno dinilai terbukti bersalah menerima suap untuk menghindarkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dari pemeriksaan kasus dugaan korupsi cetak sawah di Ketapang Kalimantan Barat. Vonis ini kemudian inkrah. Brotoseno dijebloskan ke penjara.
Setelah menjalani kurungan kurang dari 4 tahun, ia bebas bersyarat pada 29 September 2020. Dia bebas karena mendapatkan potongan hukuman.
Padahal dia seharusnya bebas pada 18 November 2021 bila berdasarkan hukuman yang diterimanya. Dia bebas karena dapat remisi 13 bulan 25 hari. Setelah bebas, nama dia sempat mencuat ke publik usai menikahi seorang artis yakni Tata Janeeta.
ADVERTISEMENT