Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana bicara soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dia meminta Polri tak ragu untuk mengusut dugaan pemerasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Terlebih usai beredarnya foto Ketua KPK Firli Bahuri berbincang dengan SYL di sebuah lapangan bulu tangkis.
"Bentuk pembelaan sebagaimana yang disampaikan Firli kemarin sebaiknya tidak langsung diyakini oleh Polda Metro Jaya sebagai suatu kebenaran," kata Kurnia saat dihubungi wartawan, Jumat (6/10).
"ICW mendorong agar kepolisian tidak ragu untuk melanjutkan proses penyelidikan, bahkan memanggil terlapor untuk kemudian dimintai keterangannya. Jika ditemukan bukti permulaan yang cukup, kepolisian harus segera menaikkan status penanganan perkaranya ke Penyidikan," sambungnya.
Kurnia menilai, jika pemerasan tersebut benar terjadi, pimpinan KPK bisa dijerat berdasarkan Pasal 32 ayat (2) UU KPK, selain dijerat pidananya. Pasal 32 ayat (2) UU KPK tersebut, menyatakan bahwa pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai Tersangka harus diberhentikan sementara dari jabatannya.
ADVERTISEMENT
Bukan Kali Pertama
Kurnia menuturkan, dugaan Firli bertemu dengan pihak berperkara ini bukanlah yang pertama terjadi. Sebelumnya, saat dia menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli juga pernah dikabarkan bertemu pihak yang berperkara.
Saat itu, Firli dikabarkan bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang.
Pertemuan itu diduga melanggar etik karena Firli saat itu menjabat Deputi Penindakan KPK, sementara TGB menjadi pihak terperiksa oleh penyelidik KPK.
"Pertemuan Firli yang saat itu masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK terjadi pada 12 Mei dan 13 Mei 2018. Pertemuan itu dikategorikan sebagai Pelanggaran Berat karena mantan Gubernur NTB tersebut sedang diselidiki oleh KPK," kata Kurnia.
Namun, pertemuan yang disebut-sebut melanggar kode etik KPK itu, dibantah oleh Firli. Menurutnya, pertemuan itu tidak melanggar aturan yang berlaku, serta telah melalui proses pemeriksaan oleh internal KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak melakukan hubungan. Kalau bertemu, iya," kata Firli saat melakukan wawancara dan uji publik Capim KPK di Gedung Setneg, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
Firli menjelaskan, pertemuan dengan TGB terjadi pada tanggal 13 Mei 2018. Ia mengaku sedang berada di NTB untuk acara serah terima jabatan dari Kapolda. Menurut Firli, ia juga sudah izin kepada pimpinan KPK untuk menghadirinya. Usai acara itu, Firli mengaku diajak main tenis.
Bantahan Firli soal Pemerasan
Di kalangan wartawan, beredar dokumen yang berisi pengakuan seseorang soal dugaan pemerasan oleh Firli. Dalam dokumen juga disebutkan adanya aliran uang.
Dalam dokumen, terdapat informasi soal pertemuan Firli dan Syahrul di sebuah GOR badminton pada Desember 2022.
Saat itu, tercantum, bahwa ajudan Syahrul memberikan tas berisi Rp 1 miliar dalam pecahan dolar Singapura ke ajudan Firli. Belum diketahui asal-usul serta kebenaran dokumen tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sela konferensi pers kasus Wali Kota Bima pada Kamis (5/10) di kantor KPK, Firli tiba-tiba bicara soal tudingan pemerasan tersebut. Ia membantah pernah memeras Syahrul.
Namun, dalam penjelasannya, ia sempat menyinggung soal GOR bulutangkis. Ia tiba-tiba bercerita soal kebiasaannya bermain bulutangkis.
Menurut Firli, ia mengakui memang rutin berolahraga tersebut. Namun, ia kembali membantah terima uang lewat ajudan saat bulutangkis itu.
"Memang saya sering melakukan olahraga bulutangkis. Setidaknya itu dua kali dalam seminggu dan tempat itu adalah tempat terbuka. Jadi saya kira tidak akan pernah hal-hal orang bertemu dengan saya atau apalagi kalau seandainya ada isu bahwa menerima sesuatu sejumlah satu miliar dolar, itu saya baca, ya, saya pastikan itu tidak ada," ujar Firli.
ADVERTISEMENT