ICW Ingatkan KPK Tak Hanya Jadi Penonton dalam Kasus Djoko Tjandra

6 April 2021 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sejumlah kasus terkait Djoko Tjandra sudah menjalani vonis. Namun, ICW menduga masih ada pihak-pihak lain dalam perkara ini yang belum terungkap.
ADVERTISEMENT
Atas hal tersebut, ICW mengingatkan KPK untuk ikut bergerak mengembangkan perkara terkait Djoko Tjandra ini. KPK diminta tak hanya menjadi penonton dalam perkara tersebut.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Perkara Djoko Tjandra ini terbagi menjadi dua penanganan. Yakni Polri mengusut suap Djoko Tjandra kepada dua jenderal polisi, Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo, sementara Kejaksaan Agung mengusut suap kepada Jaksa Pinangki dan kasus pemufakatan jahat.
"ICW mengingatkan kepada KPK agar tidak hanya diam dan menonton penanganan perkara ini. ICW turut pula curiga terhadap surat perintah supervisi yang diterbitkan oleh KPK sepertinya hanya sekadar formalitas belaka," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (6/4).
KPK memang sempat menyatakan supervisi terkait penanganan kasus Djoko Tjandra di Polri dan Kejaksaan Agung. Namun kini, belum ada perkembangan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
ICW berpendapat tak ada upaya konkret KPK dalam supervisi tersebut. Atas dasar itu, ICW meminta KPK untuk bisa menyelidiki siapa saja pihak-pihak yang belum diusut baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan di kasus Djoko Tjandra ini.
"Misalnya menelisik siapa pihak yang berada di balik Pinangki Sirna Malasari sehingga bisa bertemu dan menawarkan bantuan kepada Joko S Tjandra," kata Kurnia.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
"Hal itu penting, sebab, sampai saat ini ICW masih meyakini masih ada oknum-oknum lain yang belum tersentuh oleh Kejaksaan maupun Kepolisian," sambungnya.
Sementara terkait vonis majelis hakim kepada Djoko Tjandra dinilai masih sangat rendah. Diketahui, Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus suap kepada dua jenderal polisi dan jaksa Pinangki terkait penghapusan DPO dan pengurusan fatwa MA.
ADVERTISEMENT
"Problematika dari vonis Djoko Tjandra ada pada regulasi pemberantasan korupsi. Sebab, Pasal yang menyoal tentang pemberi suap hanya dapat diganjar hukuman maksimal lima tahun penjara," kata Kurnia.
"Padahal, model kejahatan yang dilakukan oleh Joko S Tjandra layak untuk dijatuhi vonis seumur hidup," ujarnya.
Karena, Kurnia menilai apa yang dilakukan oleh Djoko Tjandra sudah sangat fantastis. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Jaksa Pinangki.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan duplik atau tanggapan atas replik jaksa Kejagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/3/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Atas dasar itu, Kurnia mengusulkan agar merevisi UU Tipikor. Setidaknya, kata dia mengakomodir pasal pemberi suap kepada penegak hukum agar diatur secara khusus.
"Misalnya memasukkan pidana penjara maksimal seumur hidup. Agar ke depan, jika ada pihak yang melakukan perbuatan sama seperti Joko S Tjandra, dapat dipenjara dengan hukuman maksimal," pungkasnya.
ADVERTISEMENT