ICW-KontraS ke KPU Minta Transparansi Sirekap & Tanggung Jawab KPPS Meninggal

22 Februari 2024 12:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kadiv Korupsi Politik ICW, Egi Primayoga (kiri), dan Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian (kanan), menyambangi KPU untuk meminta informasi terkait Sirekap dan banyaknya petugas KPPS yang wafat, Kamis (22/2/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kadiv Korupsi Politik ICW, Egi Primayoga (kiri), dan Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian (kanan), menyambangi KPU untuk meminta informasi terkait Sirekap dan banyaknya petugas KPPS yang wafat, Kamis (22/2/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyambangi kantor KPU RI, Kamis (22/2). Kedatangan mereka untuk meminta data terkait Sirekap dan maraknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dalam Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
“Tentu permohonan informasi ini berangkat dari kegelisahan kami melihat persoalan Sirekap dan juga KPPS yang sudah menjadi perbincangan publik dan sudah menjadi sorotan berbagai banyak pihak,” kata Peneliti dan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (22/2).
“Permohonan informasi untuk Sirekap kami ajukan meliputi dokumen pengadaan, dokumen anggaran, dan juga daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap,” imbuhnya.
ICW menilai Sirekap yang digunakan KPU belum siap. ICW meminta transparansi anggaran untuk sistem informasi tersebut.
“Kita lihat dulu di awal, di hulu seperti apa untuk melihat kemudian di hilir. Kami mau memeriksa dari dokumen yang kami ajukan,” ujarnya.
“Anggaran sekecil apa pun harusnya dipublikasikan, tidak ditutup-tutupi. Apalagi untuk permasalahan yang tengah menjadi perbincangan di tengah publik yang besar,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perwakilan KontraS, Rozy Brilian Sodik, juga menyoroti terkait masih banyaknya petugas KPPS yang sakit hingga meninggal dunia.
Ilustrasi Gedung KPU RI. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Rozy juga menyinggung terkait teror bom kepada salah satu petugas KPPS yang terjadi di Pamekasan.
“Paling tidak KPPS yang kemudian direkrut oleh KPU ini juga memiliki satu tanggung jawab soal perlindungan hukum atau perlindungan fisik karena hal-hal tersebut berkaitan dengan kekerasan dan nyawa,” ungkapnya.
“Kami juga menagih KPU sebagai penyelenggara pemilu juga bisa menyampaikan kepada publik secara transparan dan akuntabel bagaimana kompensasi yang akan diberikan kepada korban atau keluarga korban baik yang sakit maupun yang meninggal dunia,” tutup dia.

KPU Tanggapi ICW dan KontraS

Komisioner KPU RI Idham Holik di sela meninjau persiapan Pemilu 2024 di Kantor KPU Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (26/1/2024). Foto: Dok. Istimewa
Anggota KPU Idham Holik menanggapi permintaan dari ICW dan KontraS tersebut. Idham menjelaskan Sirekap hanya alat bantu publikasi perolehan suara.
ADVERTISEMENT
Menurut Idham Sirekap yang digunakan KPU pada Pemilu 2024 justru lebih baik daripada alat bantu yang digunakan KPU untuk Pemilu 2019.
“Tidak beralasan kalau kami dibilang hari ini lebih buruk justru hari ini kami lebih maju karena formulir model C.Hasil Plano sebagai sumber data otentik perolehan suara di TPS untuk seluruh peserta pemilu kami publikasi dan semua masyarakat Indonesia bisa mengakses tersebut,” ujar Idham.
Selain itu, terkait dengan jumlah petugas KPPS sakit maupun meninggal dunia yang diduga karena beban kerja tinggi, Idham menyebut ketentuan untuk petugas KPPS sudah diatur dalam UU.
“Saya pikir pada semua pihak mari kita realistis melihat realitas pemilu ini dan kita kembali kepada regulasi teknis yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan KPU sudah membuat banyak kebijakan yang sifatnya inovatif ataupun terobosan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Idham, KPU sudah melakukan antisipasi jatuhnya korban di KPPS seperti pemilu sebelumnya, yakni dengan membatasi usia maksimal petugas KPPS menjadi 55 tahun.
“Angka 55 tahun itu berdasarkan hasil kajian KPU pada pemilu serentak 2019 yang lalu dan bahkan sekarang kami turunkan menjadi 17 tahun dengan pertimbangan mereka yang berusia muda memiliki imunitas yang lebih baik,” pungkasnya.