Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ICW: MA Harus Petakan Potensi Korupsi di Pengadilan
8 September 2017 16:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan pentingnya bagi lembaga peradilan tertinggi seperti Mahkamah Agung (MA) untuk memetakan potensi korupsi di dunia pengadilan. Hal tersebut menyusul adanya penangkapan terhadap hakim dan panitera karena diduga terkait dugaan suap.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW, Aradilla Caesar, berpendapat bahwa MA perlu melakukan pembenahan, termasuk memetakan peta potensi korupsi yang mungkin akan terjadi kembali di ranah pengadilan.
"Pembenahan secara menyeluruh harus dimulai, MA harus lakukan evaluasi dulu terhadap peta potensi korupsi di pengadilan. Mulai dari rekrutmen, pembinaan, hingga proses pengawasan," ujar Aradilla dalam pesan singkatnya kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (8/9).
Menurut Ardilla, MA perlu melibatkan pihak dari luar dalam proses pembenahan tersebut, tidak hanya Komisi Yudisial (KY). Ia beranggapan hal tersebut wajib dilakukan bila MA ingin lakukan perombakan besar-besaran dalam ranah peradilan.
"MA harus mulai libatkan pihak luar bukan saja KY tapi perlu juga ada pelibatan pemerintah dan KPK pada proses rekrutmen, pembinaan, hingga proses pengawasan," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Pengawasan pihak luar itu diperlukan, lanjut dia, karena hingga saat ini KY dianggap memiliki peran yang sangat terbatas dalam tugasnya untuk melakukan pengawasan terhadap peran hakim.
"Peran KY saat ini kan sangat terbatas, Sehingga peran KY jadi enggak maksimal di satu sisi terus mendapat penggembosan kewenangan, tapi di sisi lain dituntut aktif mengawasi pengadilan," kata Ardilla.
Pernyataan ICW tersebut terkait tangkapan KPK terhadap seorang hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu karena diduga menerima suap terkait penanganan perkara. Tiga minggu sebelumnya, KPK juga melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
KY mencatat ada 28 aparat pengadilan yang terkena OTT sepanjang tahun 2016 lalu. Aparat pengadilan itu termasuk hakim, panitera, dan pegawai lainnya.
ADVERTISEMENT
"Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa ini bukan lagi "oknum", tapi ada sistem pembinaan yang tidak berjalan di MA," kata juru bicara KY, Farid Wajdi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/9).
Atas kejadian ini, KY meminta kepada pimpinan MA agar melakukan pembenahan secara internal. "Diharapkan benar pimpinan MA dapat memimpin upaya bersih-bersih dan pembenahan internal. MA harus mampu meyakinkan dirinya dan publik bahwa perbuatan merendahkan profesi dan lembaga peradilan adalah perbuatan tercela dan pengkhianatan yang mesti dicari jalan ke luarnya," kata Farid.