ICW Minta Kejagung Tak Offside Tangani Kasus LPEI

20 Maret 2024 15:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta sejumlah pihak, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani, kooperatif terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Menurut ICW, pengusutan kasus macam ini kerap mendapatkan kendala. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan konstruksi kasus ini mirip dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kemiripannya, yakni pada sejumlah jaminan yang diajukan debitur kepada kreditur diduga tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Selain itu, dari segi jumlah, sekalipun tidak sama, namun dugaan pemberian kredit bermasalah oleh LPEI terbilang besar dan bukan tidak mungkin melibatkan lebih banyak debitur selain yang sudah disampaikan oleh KPK.
"Penting untuk diingat, pola yang selama ini terjadi, jika aparat penegak hukum sedang mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi besar, biasanya akan diikuti dengan hambatan-hambatan di luar proses hukum," kata Kurnia kepada wartawan, Rabu (20/3).
ADVERTISEMENT
"ICW tentu berharap setiap pihak, termasuk LPEI, debitur lainnya, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan dapat bertindak kooperatif terhadap proses hukum yang saat ini sedang dijalankan oleh KPK," sambungnya.
Sebagai langkah awal, kata Kurnia, ICW mengingatkan Kejagung untuk membatasi langkah hukumnya terkait kasus LPEI agar sejalan dengan mandat peraturan perundang-undangan.
Kurnia menyinggung soal Pasal 50 ayat (3) UU KPK menegaskan bahwa dalam hal KPK sudah melakukan penyidikan, maka aparat penegak hukum lain, termasuk Kejaksaan Agung, tidak lagi berwenang melakukan hal yang sama.
Atas dasar tersebut, lanjut Kurnia, berdasarkan fakta administrasi hukum yang diuraikan oleh KPK, lembaga antirasuah itu menerima aduan masyarakat pada tanggal 10 Mei 2023 dan kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penyelidikan pada tanggal 13 Februari 2024.
ADVERTISEMENT
Atas hasil penyelidikan tersebut, ternyata KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menyangka bahwa peristiwa pemberian fasilitas kredit oleh LPEI diduga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
"Oleh sebab itu, kemarin, 19 Maret 2023, KPK secara resmi menaikkan proses hukum ke tingkat penyidikan. Jadi, sejak tanggal 19 Maret 2023, aparat penegak hukum lain seperti Kepolisian atau Kejaksaan Agung, tidak lagi berwenang menangani dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI," sambungnya.
"Jika ada dalih yang menyebutkan, misalnya, subjek hukumnya berbeda, tentu tidak relevan, sebab fakta peristiwa pidananya besar kemungkinan sama," lanjutnya.
Pertanyakan Tindakan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengunjungi Kejaksaan Agung menyampaikan laporan kredit bermasalah dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh LPEI. Foto: Akbar Maulana/kumparan
Di sisi lain, ICW juga mempertanyakan langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyambangi gedung Kejaksaan Agung lalu bertemu Jaksa Agung untuk melaporkan dugaan fraud dalam penggunaan dana LPEI.
ADVERTISEMENT
"Pertanyaan sederhananya, apakah Menteri Keuangan tidak mengetahui bahwa KPK sedang melakukan penyelidikan terhadap perkara itu? Kalaupun tidak tahu, mengapa memilih Kejaksaan Agung ketimbang KPK, untuk melaporkan dugaan peristiwa pidana, khususnya tindak pidana korupsi tersebut?" tanya Kurnia.
"Penting pula disampaikan, dalam proses penyelidikan, KPK sudah barang tentu meminta sejumlah keterangan dari pihak terkait, terutama jajaran LPEI. Dari sini, muncul pertanyaan kembali, apakah Menteri Keuangan sudah berkoordinasi dengan LPEI terkait permasalahan di internal lembaga tersebut?" sambungnya.
Jika sudah berkoordinasi, lanjut Kurnia, apakah Sri Mulyani tidak mendapat laporan bahwa ada beberapa pihak yang sudah dimintai keterangan oleh KPK terkait kasus itu. Bila sudah mengetahui, ICW mempertanyakan mengapa Sri Mulyani tidak mendatangi KPK untuk membantu proses hukum yang sedang berjalan.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
KPK telah mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dana pembiayaan serta pemberian fasilitas ekspor pada LPEI. Itu diumumkan sehari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus serupa ke Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
Terkait kasus ini, Alex menyebutkan bahwa pihaknya menerima total 6 laporan — melibatkan 6 korporasi — terkait fraud dana pembiayaan ekspor ini. Tiga laporan di antaranya sudah dilakukan telaah dan dinaikan ke penindakan dengan indikasi kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, ada dugaan kerugian negara Rp 766 miliar dari satu perusahaan. Ada tiga perusahaan yang bakal ditelaah KPK. Menurut dia, nilai total kerugian negara bisa mencapai Rp 3 triliun lebih.
"Kerugiannya satu PT [PT PE - red] itu yang pertama Rp 800 miliar, yang PT RII 1,6 triliun, yang PT SMYL Rp 1,051 triliun. Sehingga yang sudah terhitung dalam 3 korporasi sebesar Rp 3,451 triliun," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan persnya kemarin, Selasa (19/3).
ADVERTISEMENT
Menanggapi itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Ketut Sumedana, mengatakan bahwa kasus di LPEI banyak dan pihaknya masih mempelajari laporan tersebut.
Sumedana menyebut, kasus yang melibatkan LPEI tidak hanya ditangani oleh KPK dan Kejagung. Kasus tersebut juga bahkan terdaftar di Mabes Polri.
Sumedana pun menegaskan siap berkoordinasi dengan KPK dalam mengusut kasus korupsi LPEI tersebut agar tidak tumpang tindih.
"Silakan teman-teman KPK kalau mau koordinasi, kasus yang dimaksud yang mana," katanya.
"Kami terbuka dan tidak mau ada tumpang tindih penanganan perkara di antara aparat penegak hukum sesuai dengan MoU yang sudah kita sepakati," pungkas Sumedana.