ICW Nilai Vonis Kasus Surat Jalan Djoko Tjandra cs Ringan: Tak Beri Efek Jera

23 Desember 2020 17:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Tiga terdakwa kasus surat jalan palsu yakni Djoko Tjandra; eks Kakorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo; dan Anita Kolopaking; sudah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ketiganya dinyatakan bersalah dalam perkara penerbitan 3 surat palsu.
ADVERTISEMENT
Tiga surat palsu yakni surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat bebas COVID-19. Ketiga surat yang dibuat atas bantuan Brigjen Prasetijo itu diperuntukkan bagi Djoko Tjandra.
Berkat surat tersebut, Djoko Tjandra yang merupakan buronan bisa melenggang keluar masuk Indonesia. Sehingga ia bisa mendaftarkan PK di PN Jaksel, membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, dan membuat paspor di Imigrasi Jakarta Utara.
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Atas perbuatan itu, Djoko Tjandra divonis 2,5 tahun penjara, Prasetijo 3 tahun penjara, dan Anita Kolopaking 2,5 tahun penjara. Hukuman ketiganya lebih berat dari tuntutan jaksa.
Namun Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis tersebut masih terlalu ringan. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan vonis tersebut tak menimbulkan efek jera.
"Terlalu ringan serta sama sekali tidak menciptakan efek jera. Semestinya tiga terdakwa tersebut diganjar dengan hukuman maksimal, yakni enam tahun penjara," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (23/12).
ADVERTISEMENT
Kurnia membeberkan beberapa hal yang mendasari mengapa ketiganya harus dihukum maksimal sebagaimana pasal yang dijeratkan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pertama, Djoko Tjandra dinilai merupakan aktor intelektual dalam perkara tersebut. Selain itu, ia juga merupakan buronan kasus korupsi yang melarikan diri selama 11 tahun serta merugikan keuangan negara hampir Rp 1 triliun.
"Lalu perkara ini dilakukan terhadap penegak hukum yang mana telah mencoreng marwah Indonesia sebagai negara hukum," kata Kurnia.
Kedua, Prasetijo dinilai merupakan aktor penting lain dalam perkara tersebut. Sebab, objek pemeriksaan yakni surat jalan, surat bebas COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan, terbit atas bantuan Prasetijo.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
"Selain itu, Prasetijo merupakan seorang penegak hukum yang semestinya memahami bahwa terpidana yang melarikan diri semestinya ditangkap bukan malah dibantu seperti itu. Dengan perbuatannya tersebut tentu telah mencoreng citra penegak hukum," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Anita Kolopaking dinilai yang menjadi penghubung untuk kepentingan Djoko Tjandra kepada Prasetijo. Perannya pun dinilai kuat dalam kasus tersebut.
Kurnia mengatakan, Anita yang merupakan advokat seharusnya punya kewajiban untuk membawa kembali Djoko Tjandra ke Indonesia untuk menjalani vonis 2 tahun di kasus cessie Bank Bali.
Anita Dewi Kolopaking memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
"Jika pun mengajukan peninjauan kembali, semestinya dilakukan tatkala berada di lembaga pemasyarakatan, bukan justru sebaliknya. Sehingga, tindakan Anita juga dapat dikatakan merusak nama baik profesi advokat," pungkasnya.