ICW: Reformasi Polri di Era Jokowi Masih Sisakan Banyak PR

17 Juli 2019 15:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi evaluasi nawacita di ICW, Rabu (17/6). Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi evaluasi nawacita di ICW, Rabu (17/6). Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepemimpinan Joko Widodo akan memasuki periode keduanya usai dinyatakan sebagai pemenang pemilu Presiden 2019. Namun, sejumlah pekerjaan rumah dalam visi misi di periode pertama yang tertuang dalam Nawacita masih banyak yang belum selesai.
ADVERTISEMENT
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyoroti salah satu sektor yang masih meninggalkan PR yakni poin satu dalam Nawacita. Poin tersebut menyebut bahwa pemerintah akan menjamin rasa aman warga negara dengan membangun Polri yang profesional dan dipercaya masyarakat.
"Agenda reformasi Polri masih menyisakan banyak pekerjaan rumah," kata peneliti ICW Donal Fariz di kantornya, Kalibata, Jakarta, Rabu (17/6).
Beberapa PR tersebut seperti tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN yang masih rendah. Donal menyebut, selama tahun 2017-2018 saja, ada sebanyak 29.526 anggota kepolisian yang wajib melaporkan LHKPN, tapi belum semua melapor. Dari jumlah itu, masih ada 12.779 orang yang tak tercatat dalam situs LHKPN KPK.
Selain itu, Donal juga menyoroti integrasi dan transparansi data penanganan kasus korupsi secara bertingkat, yakni dari Mabes Polri, Polda, hingga Polres, belum terbuka. Juga, penanganan perkara-perkara pidana masih berpotensi membuka ruang terjadinya praktik suap, misalnya, melalui pemberian SP3.
Aktivis ICW (Indonesia Corruption Watch), Donal Fariz saat diskusi di kantor ICW, Jakarta, Selasa (18/4). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Donal juga menyebut mengenai adanya pengawasan yang dilakukan oleh Kompolnas masih terbatas karena kewenangan yang lemah. Juga sistem jabatan-jabatan strategis di lingkungan Polri masih menyisakan sejumlah persoalan.
ADVERTISEMENT
"Misalnya promosi seorang perwira tinggi yang pernah terseret persoalan hukum dipromosikan menjadi seorang kapolda. Hal ini menyisakan pertanyaan terkait ukuran kompetensi dan penilaian kinerja dalam promosi jabatan tersebut," ungkapnya.
Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa diapresiasi dari pemerintahan Jokowi. Seperti pernah adanya pembatalan Densus Antikorupsi, yang dalam perkembangannya wacana tersebut diduga untuk menggantikan peran KPK.
Selain itu, yang jadi catatan kritis lainnya seperti penyerangan kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan yang tak kunjung terungkap. Hal ini, kata Donal, menjadi pekerjaan rumah yang menguji komitmen dan independensi kepolisian.
"Nawacita jangan sampai jadi cita-cita yang terlupakan," ujarnya.