ICW Soroti 9 Jenderal Polri Isi Jabatan Strategis di KPK: Mengikis Independensi

5 Januari 2021 19:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK telah melantik 38 pejabat dalam struktur baru berdasarkan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020. Dari 38 pejabat yang dilantik, 6 di antaranya merupakan jenderal Polri.
ADVERTISEMENT
Para perwira tinggi Polri itu menempati posisi strategis di KPK. Saat ini, total ada 9 perwira tinggi Polri yang menempati jabatan strategis di KPK.
Termasuk di antaranya ialah Ketua KPK Komjen Firli Bahuri; Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Setyo Budiyanto; Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro; serta Irjen Karyoto yang kini menjabat Deputi Penindakan dan Eksekusi.
ICW menyoroti semakin banyaknya perwira tinggi Polri yang berada di KPK. ICW menilai tren tersebut bisa menggerus independensi KPK.
"Problematika pelantikan pejabat struktural baru KPK dapat dipandang sebagai upaya dari pimpinan untuk semakin mengikis independensi kelembagaan. Sebab, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, terlihat adanya tren pejabat struktural diisi oleh oknum Kepolisian," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Selasa (5/1).
Kegiatan pelantikan pejabat struktural KPK. Foto: Youtube/@KPKRI
Kurnia menyebut 9 jenderal Polri itu mengisi jabatan level direktur (7 orang), level Deputi (1 orang), dan level Pimpinan (1 orang).
ADVERTISEMENT
Berikut daftarnya:
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain menyoroti tren anggota Polri di struktur KPK, Kurnia juga memberi catatan terhadap pelantikan puluhan pejabat tersebut.
Kurnia menilai pelantikan itu bisa dinilai sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan. Sebab menurut Kurnia, landasan hukum yang dijadikan dasar pelantikan bermasalah.
Kurnia menilai Perkom 7/2020 yang menjadi landasan pelantikan bertentangan dengan UU KPK. Kurnia mengatakan, sebelumnya dalam UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, terdapat Pasal 26 yang mengatur terkait struktur di lembaga antirasuah. Pasal tersebut dalam UU KPK baru yakni UU Nomor 19 Tahun 2019, tidak direvisi, sehingga masih berlaku.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Atas dasar itu, kata Kurnia, seharusnya bidang-bidang yang ada di KPK masih sama selayaknya undang-undang yaitu: Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Namun Perkom 7/2020 malah menambahkan nomenklatur baru, misalnya: Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Inspektorat, Staf Khusus, dan sebagainya," kata Kurnia.
"Ini menunjukkan bahwa Keputusan Pimpinan KPK Nomor 1837/2020 tentang Pengangkatan dan Pengukuhan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi dan Administrator pada Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan UU 19/2019 dan tidak dapat dibenarkan," sambungnya.
Kurnia menyebut, nomenklatur baru KPK juga bertolak belakang dengan konsep reformasi birokrasi yang menitikberatkan pada isu efisiensi.
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Kurnia mengatakan struktur lama KPK hanya memiliki 4 Kedeputian dengan 12 Direktorat. Namun pasca-berlakunya Perkom 7/2020, struktur KPK membengkak menjadi 5 Kedeputian dengan 21 Direktorat.
"Penggemukkan ini juga berimplikasi pada pelaksanaan fungsi trigger mechanism KPK," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Sebagai lembaga negara yang sepatutnya menjadi contoh reformasi dan efisiensi birokrasi, legitimasi KPK dalam memberikan masukan untuk perampingan kementerian dan lembaga negara lainnya, akan berkurang akibat penggemukkan struktur KPK. Akibat lainnya dari penggemukkan ini adalah, melambatnya kinerja KPK," pungkasnya.