Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ICW Ungkap 3 Korupsi Besar Total Kerugian Rp 33 T di Semester I 2022, Apa Saja?
20 November 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap soal tiga kasus korupsi besar yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sehingga menyebabkan kerugian besar pada negara. Totalnya mencapai Rp 33 triliun.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW , Diky Anandya, mengatakan jumlah tersebut terbesar selama Semester I Tahun 2022 ini.
”Kalau kita merinci lebih lanjut sebenarnya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 33 triliun itu disumbang oleh tiga kasus terbesar dengan potensi kerugian keuangan negara terbesar selama semester I tahun 2022,” ujar dia saat konferensi pers secara daring, Minggu (20/11).
”Keseluruhannya tiga kasus ini seluruhnya ditangani Kejaksaan Agung,” sambungnya.
Salah satu kasus besar yang dimaksud Diky, yakni kasus ekspor CPO atau minyak goreng. ICW mengeklaim kasus itu merugikan keuangan negara hingga Rp 18 triliun.
Dalam kasus itu, mantan Dirjen Daglu Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) juga diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
ADVERTISEMENT
Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
”Pertama terkait dengan kasus ekspor CPO terkait dengan minyak goreng dengan potensi kerugian negara Rp 18 triliun, kasus Pengadaan Bombardier dan ATR PT Garuda Indonesia yang merugikan negara Rp 8,8 triliun, dan kasus ekspor yang melibatkan lembaga ekspor Indonesia yang menelan kerugian negara Rp 2,6 triliun,” ucap Diky.
Lebih lanjut, ICW juga mengungkap pemetaan kasus berdasarkan modus selama semester I tahun 2022. Menurut dia, modus yang paling dominan digunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi yaitu penyalahgunaan anggaran, dari 252 kasus tercatat 147 menggunakan modus ini.
ADVERTISEMENT
”Lalu modus lainnya yang juga kerap digunakan oleh pelaku korupsi adalah mark up dan juga proyek fiktif. Kalau kita lihat lebih lanjut, ketiga modus itu seringkali ditemukan dalam sejumlah kasus korupsi yang berdimensi pengadaan barang dan jasa, hal ini setidaknya terkonfirmasi sebab dari 252 kasus korupsi yang berhasil diusut aparat penegak hukum, lebih dari setengahnya atau 53 persen itu berdimensi pengadaan barang dan jasa,” ungkap Diky.
Masih dalam laporan Semester I tahun 2022, ICW juga turut mengidentifikasi modus yang belum dikriminalisasi di hukum positif di Indonesia, yaitu terkait modus perdagangan pengaruh. Sepanjang Semester I 2022 terdapat 10 kasus yang menggunakan modus ini.
Besarnya angka penggunaan modus tersebut, disebut Diky, kini jadi pekerjaan rumah oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya mengadaptasi hukum internasional terkait penanganan pidana bagi delik trading in influence atau perdagangan pengaruh.
ADVERTISEMENT
”Modus ini menjadi perlu diatur dalam hukum positif indonesia karena secara konsep pasal atau delik trading in influences jadi salah satu rekomendasi oleh UNCAC di mana ini diatur di pasal 18 UNCAC. Sehingga Indonesia sebagai salah satu negara peserta punya kewajiban untuk mengharmonisasikannya untuk dijadikan standar umum dalam revisi UU tindak pidana korupsi,” kata Diky.