IDI: dr. Stefanus Meninggal Saat Bertugas 2x24 Jam

28 Juni 2017 16:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Media sosial pagi ini heboh dengan kabar meninggalnya dr. Stefanus Taofik saat menjalani tugasnya sebagai dokter jaga di RSPI Bintaro Jaya pada Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
Yang ramai diperbincangkan di media sosial adalah lamanya waktu jaga dr. Stefanus, yaitu selama 5 hari nonstop. Hal tersebut diduga sebagai pemicu meninggalnya dr. Stefanus.
Namun, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah dr. Stefanus bekerja selama 5 hari berturut-turut. Berdasarkan rilis yang kumparan (kumparan.com) terima, dr. Stefanus merupakan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif anggota Perdatin DKI Jakarta.
"Almarhum adalah peserta Pendidikan Fellowship Konsultan Intensive Care (KIC) di RSCM semester ke-2," kata Ketua Pengurus Besar IDI, Prof. dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/6).
Stefanus Taofik (Foto: dok.  Facebook)
zoom-in-whitePerbesar
Stefanus Taofik (Foto: dok. Facebook)
Menurut Ilham, Stefanus yang meminta bertukar tugas jaga dengan temannya. Sehingga, Stefanus berjaga 2x24 jam dan libur setelahnya. Padahal seharusnya Stefanus hanya sehari berjaga.
ADVERTISEMENT
"Pada saat ditemukan tidak berdaya, almarhum sedang bertugas jaga 24 jam, namun dengan kondisi satu pasien di ICU dan telah pindah ke ruangan serta hanya satu pasien di kamar operasi. Almarhum telah meminta pertukaran hari jaga dengan rekannya sehingga memungkinkan almarhum untuk jaga 2x24 jam dan libur setelahnya," paparnya.
Selain di RSIP Bintaro Jaya, dr. Stefanus juga bertugas sebagai fellow KIC di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan dokter jaga di RS Jantung Diagram, Cinere.
Di kesempatan berbeda, dr. Arif H. M. Marsaban, SpAn-KAP, Ketua Program Studi SP2 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menuturkan dr. Stefanus menderita Brugada Syndrom, yaitu kelainan genetik pada pembuluh darah di koroner.
"Almarhum sakit Brugada Syndrome. Itu salah satu bentuk aritmia maligna, karena chanelopathy. (Brugada Syndrome) merupakan kelainan genetik pada pembuluh darah di koroner. Kelainan ini terbanyak (diderita) pada laki-laki dan sudden cardiac death seringkali terjadi pada saat tidur," tutur dr. Arif.
ADVERTISEMENT