IDI Imbau Dokter Hati-hati Saat Beri Surat Sakit Daring: Ada Potensi Pidana

24 Desember 2022 13:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tulisan tangan resep dokter. Foto: DW labs Incorporated/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tulisan tangan resep dokter. Foto: DW labs Incorporated/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum II Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Mahesa Paranadipa Maikel, mengingatkan para dokter untuk berhati-hati saat memberikan diagnosis atau surat sakit secara daring atau melalui telemedicine. Sebab, menurut Mahesa, jika pasien tersebut memberikan keterangan yang tidak jujur, maka dokter yang mengeluarkan surat sakit atau diagnosisnya bisa ikut terseret hukum.
ADVERTISEMENT
"Ada pasal lain dalam KUHP terkait dengan surat keterangan palsu. Surat keterangan palsu itu diberikan kalau tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jadi sebenarnya dia tidak perlu istirahat, tidak perlu surat sakit. Atau kalau dia sakit tapi diberi surat sehat. Enggak benar kan," ucap Mahesa kepada kumparan, Sabtu (24/12).
Menurut Mahesa, dalam KUHP maupun UU Praktik Kedokteran sudah tercantum jelas bahwa seorang dokter harus memberikan keterangan jujur dan sesuai standar. Pasien yang memberikan informasi tidak jujur bisa terjerat pidana, namun dokter yang mengeluarkan surat sakit/surat sehat berdasarkan keterangan salah tersebut juga bisa terseret.
"Sama seperti kasus-kasus tersangka korupsi yang memalsukan sakitnya, dia pasti mendatangi dokter, kan. Dokternya, kalau dia terlibat dalam memberikan surat keterangan palsu, ya kena dua-duanya. Tapi dalam telemedicine bisa jadi dokternya enggak tahu apakah keterangannya [pasien] benar atau enggak. Itu yang jadi masalah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Jika harus menangani pasien melalui telemedicine, Mahesa mengimbau para dokter untuk tidak langsung membuatkan surat sakit atau surat keterangan lainnya. Ada standar diagnosis yang harus dipastikan terlebih dahulu. Misalnya jika ada pasien dengan diagnosis demam, maka harus dilihat dulu kondisinya sebelum menentukan apakah pasien harus beristirahat penuh beberapa hari.
"Dia bisa melihat kondisi si pasien, 'Oh, si pasien bisa istirahat cukup dua hari ini, atau tiga hari, jadi saya kasih obatnya tiga hari'. Kalau kondisinya membaik, ya sudah bisa bekerja. Atau kalau misalnya tiga hari obat habis tapi kondisinya memburuk, ya berobat lagi, disuruh kontrol lagi. Itu keahlian dokter memang, tidak bisa sembarangan," pungkasnya.

Gaduh Surat Sakit Kilat via Telemedicine

Beberapa waktu lalu linimasa Twitter diramaikan oleh cuitan terkait iklan pembuatan surat sakit secara daring dengan waktu pembuatan hanya 15 menit. Foto iklan yang ditawarkan oleh SuratSakit.com itu diunggah oleh Dokter Kurniawan Satria Denta di akun Twitternya @sdenta dan menjadi viral.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut CEO PT Cepat Sehat Indonesia, induk perusahaan SuratSakit.com, Eka S. Oktalianto, warganet keliru menangkap iklan yang ditawarkan perusahaannya. Ia menjelaskan, surat sakit 15 menit tersebut bukan berarti dibuat tanpa proses asesmen.
Pengguna tetap harus menjelaskan gejala sakitnya melalui kuesioner yang diisi sendiri. Setelah itu, pengguna bisa memilih waktu istirahat satu hingga tiga hari, sebelum akhirnya dinilai oleh dokter, apakah ia memang berhak menerima surat sakit atau tidak.
"Kita konfirmasi dulu ke dokter, pertanyaan medisnya begini, disetujui nggak? Jadi dokter nanti punya tiga opsi, dia bisa menolak, bisa bahkan menghubungi pasien, misal jawabannya nggak meyakinkan dari sisi dokter, atau opsi ketiga menyetujui sesuai asesmen. Misal hanya approve satu hari padahal mintanya tiga hari," ujar Eka saat dihubungi kumparan, Jumat (23/12).
ADVERTISEMENT