IDI Imbau Masyarakat Lapor bila Temukan Dokter Influencer Promokan Produknya

4 Maret 2024 19:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (kiri) didampingi Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Djoko Widyarto JS mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/4/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (kiri) didampingi Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Djoko Widyarto JS mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/4/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Dr. Djoko Widyarto JS, DHM, MH.Kes mengimbau masyarakat untuk melapor bila menemukan dokter influencer mempromosikan produk kecantikan dan kesehatannya. Sebab, ini juga demi kebaikan bersama.
ADVERTISEMENT
"Itu haknya, kita ingin dapat informasi dari masyarakat, masyarakat kalau ngadu harus bener, identitasnya jelas, jangan mengada-ada, jangan masalah rumah tangga, itu kan akhirnya ujung-ujungnya bisnis," kata Djoko, Senin (4/3).
MKEK menyebut, pelaporan itu bisa dilakukan melaui situs ataupun media sosial IDI.
Setiap laporan nantinya akan diteliti. Sebab, pada dasarnya dokter punya kode etik tersendiri.
"Kalau dia menganjurkan saja untuk datang ke rumah sakit ini itu tidak boleh, yang boleh, memberitahu di sana ada fasilitas ini. Dokter ini paling pinter, pasiennya itu, juga tidak boleh," jelasnya.
Aturan tentang hal itu termuat di fatwa etik dokter dalam bermedia sosial yang termaktub dalam Surat Keputusan Nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021 tertanggal 30 April 2021.
ADVERTISEMENT
"Pada hakikatnya tidak boleh mengiklankan produk kecantikan maupun produk kesehatan di media sosial, kecuali layanan masyarakat," kata Djoko.
"Iklan layanan masyarakatnya itu tujuannya edukasi untuk pola hidup sehat, vaksinasi, imunisasi, makan inilah itulah, itu dibolehkan," imbuhnya.
Yang terpenting adalah tidak mengklaim manfaat dari sebuah produk. Kalaupun mereka mau melakukan itu, tidak boleh mencantumkan gelar dokter.
"Kalau mempromosikan tidak boleh pakai nama dokter. Itu dibolehkan kalau tidak menyebut nama dokter, kan mengandung profesi kesehatan," tuturnya.