Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Presiden Prabowo Subianto telah resmi melantik sejumlah menteri dan wakil menteri untuk membantunya di kabinet dalam lima tahun mendatang. Salah satu yang ditunjuk adalah Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum.
ADVERTISEMENT
Penunjukan itu justru menuai sorotan. Sebab, Eddy pernah menjadi tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM. Ia kemudian mengundurkan diri dari posisinya tersebut.
Status tersangkanya kemudian gugur lantaran menang gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihak KPK sempat berujar bahwa sprindik baru sedang dikaji,
Kejelasan kasus dan status Eddy di KPK pun turut dipertanyakan publik. Ketua IM57+ Institute–wadah eks pegawai KPK–, Praswad Nugraha, mendorong KPK untuk berani dan tegas dalam mengumumkan status Eddy.
"KPK harus berani secara tegas mengumumkan ke publik apabila memang Eddy O. S. Hiariej terlibat atau tidak terlibat dalam Sprindik [surat perintah penyidikan] dan Sprinlidik [surat perintah penyelidikan] yang sedang berjalan di KPK," ujar Praswad kepada wartawan, Jumat (25/10).
ADVERTISEMENT
Ia menekankan agar lembaga antirasuah sebagai aparat penegak hukum memiliki sikap independen yang tak dipengaruhi alat politik.
"Jangan sampai berbagai proses penegakan hukum menggantung mengikuti langkah politik. KPK adalah alat penegak hukum, bukan alat pelindung atau alat gebuk politik, apalagi jika KPK digunakan menjadi alat bargain politik," tegas dia.
Oleh karenanya, pengumuman status Eddy usai putusan praperadilan mesti disampaikan secara tegas ke publik.
"Jika memang Eddy O. S. [Hiariej] tidak bersalah, sampaikan secara tegas. Jika memang Eddy O. S. masih tersangkut perkara, maka segera keluarkan Sprindik atau Sprinlidiknya," ucap Praswad.
Lebih lanjut, mantan penyidik KPK itu juga menyayangkan pemilihan menteri dan wakil menteri Prabowo dilakukan tanpa memperhatikan rekam jejak calon secara mendalam.
ADVERTISEMENT
Ia pun menekankan pentingnya menunjuk pejabat publik yang bersih dari catatan buruk di semua aspek, tak hanya dari isu hukum semata.
"Calon Pimpinan institusi negara harus memiliki jejak langkah yang clear tanpa adanya catatan buruk sedikitpun, sehingga mampu mewujudkan semangat anti korupsi dalam kebijakannya. Tidak hanya cukup terbebas dari isu hukum semata," pungkasnya.
Kata KPK soal Status Eddy Hiariej
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto sempat angkat bicara seusai pemanggilan Eddy Hiariej pada saat Prabowo memanggil sejumlah tokoh untuk mengisi pos wakil menteri, di Kertanegara 4, Jakarta Selatan, Selasa (15/10) lalu.
"Jadi kembali lagi, bahwa pada saat presiden terpilih itu memanggil [Eddy Hiariej], itu tentu sudah dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Termasuk pertimbangan hukum," ujar Tessa kepada wartawan, Selasa (15/10) lalu.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir tidak mungkin Beliau [Prabowo] ini asal-asalan lah dalam memilih pembantunya," lanjut dia.
Tessa pun menyinggung apakah KPK dilibatkan atau tidak dalam menjaring calon menteri dan wakil menteri yang dipilih oleh Prabowo.
"Sampai dengan informasi terakhir, belum ada permintaan tersebut. Apakah sudah pernah disampaikan di kedeputian pencegahan, dalam hal ini apakah ada gratifikasi atau tidak, atau mungkin LHKPN-nya dimintakan atau tidak, saya belum terinfo," ucap Tessa.
Kendati begitu, Tessa meyakini bahwa tokoh yang dipanggil Prabowo untuk membantu di kabinet mendatang sudah dipertimbangkan dengan matang.
"Tetapi, tentunya Beliau tidak mungkin salah, akan mempertimbangkan matang-matang, siapa atau pembantu-pembantu beliau yang akan menduduki jabatan-jabatan penting untuk mengendalikan hajat hidup orang banyak di Indonesia ini," katanya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Tessa juga disinggung terkait kelanjutan kasus Eddy di KPK. Ia pun belum bisa membeberkan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
"Ya ini saya harus tanyakan terlebih dahulu status perkaranya seperti apa, karena memang yang diketahui Saudara EH ini menang praperadilan," ucap Tessa.
"Apakah nanti perkaranya ada kelanjutannya atau tidak, tentunya perlu disampaikan dan ditanyakan kepada baik itu penyidiknya maupun pihak-pihak yang mengetahui, ya," tandas dia.
Kasus Eddy di KPK
Dalam kasusnya di KPK, Eddy Hiariej bersama dua anak buahnya diduga bersama-sama menerima suap Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan.
Pemberian suap ini diduga terkait pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM, dan janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.
ADVERTISEMENT
Namun statusnya itu gugur usai diputus menang praperadilan. Hingga saat ini, KPK tak kunjung kembali menjerat Eddy sebagai tersangka.
Praperadilan Dikabulkan
Dalam permohonannya, Eddy menilai KPK yang menetapkannya sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang. Sebab, tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum sehingga seharusnya dinyatakan batal.
Majelis Hakim sependapat dengan hal tersebut. Hakim menilai penetapan tersangka Eddy Hiariej tidak memenuhi syarat minimal 2 alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
Eddy Hiariej belum pernah berkomentar soal kasusnya tersebut. Namun, ia sempat berkomentar ketika PN Jaksel mengabulkan praperadilannya.
"Status saya sebagai tersangka sudah saya challenge di Pengadilan Jakarta Selatan dan putusan tanggal 30 [Januari] membatalkan status saya sebagai tersangka," ujar Eddy sebelum memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan Prabowo-Gibran dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT