Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Kepala Bagian Keuangan (KONI ), Eni Purnawati, menjadi saksi dalam sidang kasus suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2).
ADVERTISEMENT
Dalam kesaksiannya, Eni mengakui ada sekitar Rp 10 miliar dana hibah KONI yang disalahgunakan. Uang tersebut tidak digunakan untuk kepentingan KONI, melainkan dibagi-bagi kepada sejumlah pihak.
“Kurang lebih Rp 10,9 miliar (digunakan di luar kepentingan KONI),” kata Eni saat bersaksi untuk terdakwa asisten pribadi eks Menpora Imam Nahrawi , Miftahul Ulum.
Eni bercerita, penyelewengan dana hibah KONI itu bermula ketika ia diperintahkan untuk mencairkan uang dengan jumlah tersebut oleh Bendahara Umum KONI saat itu, Johnny E Awuy.
Dana tersebut merupakan bagian Rp 30 miliar yang diterima KONI dari Kemenpora . Dana itu sejatinya dipakai KONI untuk pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Eni mengatakan, pencairan dana seperti perintah Johnny dilakukan pada 8 Juni 2018, atau 2 hari setelah pencairan dana tahap I sebesar Rp 21 miliar ditransfer Kemenpora ke rekening KONI.
ADVERTISEMENT
Setelah dicairkan, Eni mendapat perintah untuk membagikan uang tersebut kepada 3 orang. Dia juga diminta untuk menukar uang tersebut dalam bentuk mata uang USD dan SGD.
“Setelah uang itu kami cairkan dan diantar ke KONI baru saya diperintah oleh Pak Johnny untuk dibagikan,” kata Eni.
“Pertama untuk Pak Hamidy (Sekjen KONI) melalui Pak Atam (sopir Hamidy) Rp 3 miliar. (Kedua) untuk utusannya Pak Ulum sebesar Rp 3 miliar. (Ketiga) untuk pembelian dolar Amerika dan Singapura sebesar Rp 3 miliar, dan untuk THR Pak Johnny sisanya sekitar Rp 1,9 miliar itu,” ujar Eni.
Sementara merujuk dakwaan jaksa KPK, Johnny mencairkan uang Rp 10 miliar atas arahan Hamidy. Dari jumlah tersebut, Hamidy memberikan arahan kepada Johnny agar Rp 9 miliar diserahkan ke Imam Nahrawi melalui Ulum dengan rincian:
ADVERTISEMENT
Uang Rp 3 miliar diberikan Johnny kepada orang suruhan Ulum, Arief Susanto, di ruangan kerja Jonny di kantor KONI.
Uang senilai Rp 3 miliar ditukar dalam bentuk mata uang asing sejumlah USD 71,400 dan SGD 189,000 diberikan Hamidy kepada Ulum melalui Atam.
Uang Rp 3 miliar diberikan Hamidy kepada Ulum di Lapangan Bulu Tangkis Kompleks Kemenpora. Uang tersebut dimasukkan dalam amplop-amplop coklat dan dimasukkan dalam beberapa kardus kertas A4.
Masih merujuk dakwaan KPK, Johnny atas arahan Hamidy juga memberikan Rp 300 juta, 1 mobil Toyota Fortuner seharga Rp 489,8 juta kepada Deputi IV Kemenpora saat itu, Mulyana. Setelah Imam Nahrawi melalui Ulum dan Mulyana menerima fee, dana hibah untuk KONI tahap II sebesar Rp 9 miliar cair pada 8 November 2018.
ADVERTISEMENT
Dakwaan Miftahul Ulum
Dalam perkaranya, Ulum didakwa menjadi perantara suap sebesar Rp 11,5 miliar untuk Imam Nahrawi. Uang itu berasal dari Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy. Uang diberikan dalam kurun Januari 2018 sampai Juli 2018.
Tujuannya, agar Imam Nahrawi yang saat itu masih menjabat Menpora, mempercepat pencairan dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
Selain itu, Ulum juga didakwa menjadi perantara gratifikasi sebesar Rp 8.648.435.682 untuk Imam Nahrawi dalam kurun Agustus 2015 hingga Januari 2018. Dugaan penerimaan gratifikasi itu tak lepas dari jabatan Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga.