Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok: Setara Gambia dan Malawi
1 Februari 2023 6:36 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Transparency International kembali menggelar survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022. Hasilnya, IPK Indonesia anjlok 4 poin dari tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, IPK Indonesia hanya 34 poin. Padahal tahun sebelumnya, sempat menginjak 38 poin.
IPK atau ini dihitung oleh Transparency International dengan skala 0-100, yaitu 0 artinya paling korup, sedangkan 100 berarti paling bersih.
"CPI [Corruption Perceptions Index] Indonesia 2022 kita berada di 34, rangking 110. Dibanding tahun lalu, turun empat poin dan turun 14 rangkingnya," kata Manajer Departemen Riset TII Wawan Heru Suyatmiko di Jakarta Pusat, Selasa (31/1).
Survei IPK ini melibatkan 180 negara. Denmark menempati posisi puncak dengan capaian 90 poin, lalu disusul Finlandia dan New Zealand dengan masing-masing 87 poin. Sementara Somalia menjadi yang terendah dengan 12 poin.
Pada 2021, IPK Indonesia sempat naik satu poin dari 37 pada 2020 menjadi 38. Peningkatan IPK ini mendongkrak ranking Indonesia dari 102 menjadi 96.
ADVERTISEMENT
Kini dengan merosotnya IPK, Indonesia berada pada ranking 110 dari 180 negara di dunia.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 Anjlok, Terburuk Sejak Reformasi
IPK Indonesia mengalami penurunan drastis, yakni hanya 34. Anjlok 4 poin dari tahun 2021 yang menginjak 38 poin.
Skor 34 ini menempatkan Indonesia berada di rangking 110 dari 180 negara.
Penurunan 4 poin ini disebut menjadi penurunan IPK Indonesia terburuk sejak reformasi.
"Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," tambah Wawan.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022: Peringkat 110, Setara Gambia dan Malawi
Penurunan poin itu membuat peringkat Indonesia menjadi turun dari 96 ke 110. Dengan skor 38, Indonesia setara dengan Bosnia Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Leone.
ADVERTISEMENT
Wawan menambahkan, Indonesia sempat naik IPK-nya hingga 2021 meski pelan.
"Sampai dengan tahun 2021 terjadi dinamika naik dan turun stagnan, kalau kita tarik garis regresinya itu sekitar 0,9 itu artinya, we're improve but snail, kita ada perbaikan tapi seperti bekicot jalannya, pelan sekali," kata dia.
Namun kini kembali turun di 2022. Bahkan penurunannya disebut merupakan yang terburuk sejak reformasi.
TII Sebut Jebloknya IPK RI 2022 Bukti Strategi dalam Revisi UU KPK Tak Jalan
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), J Danang Widoyoko, turun drastisnya skor CPI Indonesia tahun 2022 ini membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan tidak efektif.
"Revisi UU KPK pada tahun 2019 sesungguhnya merupakan perubahan strategi pemerintah untuk mengurangi penegakan hukum dan menggeser ke pencegahan korupsi," kata Danang dalam keterangannya, Selasa (31/1).
ADVERTISEMENT
"Berbagai program pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dan pelayanan bisnis, seperti digitalisasi pelayanan publik dan bahkan UU Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar untuk memberantas korupsi melalui pencegahan," sambung dia.
Danang mengatakan, ada tiga sumber indikator yang mengalami penurunan skor dalam perhitungan IPK. Yakni PRS yang merosot 13 poin, IMD World Competitiveness Yearbook yang turun 5 poin, dan PERC Asia yang turun sebesar 3 poin.
Tiga sumber data mengalami stagnasi, yakni Global Insight, Bertelsmann Transformation Index dan Economist Intelligence Unit.
Demokrat soal IPK Anjlok: Lampu Merah Buat RI, Gagal Berantas Korupsi
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Santoso merespons laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang turun dari 34 di tahun 2021 menjadi 38 di tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, terjadi penurunan IPK Indonesia terendah sejak reformasi itu menunjukkan bahwa masalah korupsi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Instrumen penilaian IPK, kata Santoso, memang bukan hanya diambil dari tindak pidana korupsi saja. Namun juga diambil dari faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi indeks peringkat itu.