Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Indonesia Bersiap Masuk OECD, KPK Mulai Bahas Ratifikasi Foreign Bribery
10 Februari 2025 13:46 WIB
·
waktu baca 4 menit![Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gtdv3px5b9gmr9fqsrte7pfh.jpg)
ADVERTISEMENT
Indonesia tengah bersiap untuk bergabung dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sebagai salah satu prasyarat keanggotaan OECD, Pemerintah Indonesia harus melakukan aksesi pada Konvensi Anti Penyuapan OECD (OECD Anti Bribery Convention) untuk Bidang Antikorupsi.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, KPK bekerja sama dengan OECD bakal menggelar lokakarya atau workshop terkait dengan konvensi anti penyuapan OECD dalam rangka membantu Indonesia mempersiapkan diri untuk proses aksesi tersebut. Proses aksesi itu pun menyangkut penyusunan dan harmonisasi peraturan perundangan di Indonesia, di antaranya kriminalisasi penyuapan pejabat publik asing, pengaturan sanksinya dan sebagainya.
Salah satu fokus dalam bidang antikorupsi dalam konvensi ini ialah terkait dengan meratifikasi foreign bribery.
Dikutip dari laman KPK, foreign bribery diartikan sebagai perbuatan pemberian atau terhadap pejabat publik asing atau pejabat publik organisasi internasional baik secara langsung atau tidak langsung, dengan segala bentuk keuntungan, untuk dirinya atau entitas lain agar pejabat publik tersebut melakukan/tidak melakukan sesuatu yang ada dalam kewenangannya, dengan tujuan untuk mendapatkan atau menjaga transaksi bisnis atau bentuk keuntungan lainnya terkait hubungan transaksi internasional.
ADVERTISEMENT
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, Indonesia menyoroti foreign bribery (suap asing) yang masih marak terjadi. Bahkan Indonesia berkomitmen untuk ikut andil dalam memberantasnya. Saat ini, sudah ada tim nasional yang akan menindaklanjutinya dan KPK akan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
“Kemudian saya sampaikan di sini bahwa Indonesia sudah menunjukkan sebuah komitmen, menunjukkan sebuah keseriusan, dan menganggap bahwa foreign bribery ini sangat penting, sangat dibutuhkan, dan kita tadi mendapatkan penghargaan bahwa kita yang pertama di Asia Tenggara merespons terkait hal ini,” tutur Setyo dalam sambutannya.
“Proses aksesinya sudah dimulai, kita sudah masuk pada peta jalannya, kemudian juga sudah ada pembentukan tim nasional yang mengkoordinir kegiatan ini. Dan sebagai vokal poinnya, Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai penanggung jawab bidang anti korupsinya,” sambung dia.
ADVERTISEMENT
Setyo melanjutkan, saat ini masih terjadi kekosongan hukum karena belum ada aturan yang mengatur tindak pidana suap di sektor swasta. Apabila regulasi ini disahkan, Setyo berharap, indeks persepsi korupsi dapat menjadi lebih baik.
“Saya membayangkan kalau regulasi tentang ini bisa disahkan, saya berharap bahwa indeks persepsi korupsi itu akan bisa menjadi lebih baik. Karena pengaruhnya ada juga terkait dengan suap di sektor swasta, yang sampai saat ini juga belum ada aturannya,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menuturkan tujuan diadakannya konvensi ini untuk menghadirkan transparansi dalam bisnis internasional. Sehingga tidak ada lagi praktik penyuapan.
“Konvensi ini bertujuan menciptakan ekosistem bisnis internasional yang setara, transparan, dan memastikan kualitas kebijakan ekonomi global yang adil. Ruh dari konvensi ini adalah memastikan bahwa pelaku bisnis internasional dapat berkompetisi secara adil tanpa adanya praktik penyuapan,” ungkap Yusril.
ADVERTISEMENT
Dia berharap, dengan adanya regulasi yang mengatur foreign bribery dapat memberikan perlindungan hukum seadil-adilnya kepada para korban.
“Oleh karena itu, regulasi yang ada harus memastikan bahwa sistem hukum kita responsif dan adaptif terhadap perkembangan yang ada serta dapat memastikan bahwa korban penyuapan mendapatkan perlindungan yang memadai dan pelaku penyuapan dapat dihukum secara tegas,” imbuh dia.
Airlangga Hartarto selaku ketua Tim Nasional Persiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia dalam OECD mengapresiasi Jepang dalam proses aksesi ini. Sebab, Jepang merupakan negara donor yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun untuk mempromosikan OECD di ASEAN.
Menurut Airlangga, Indonesia sebagai co-chair, memang sudah waktunya menjadi negara pertama di ASEAN yang bisa masuk sebagai anggota OECD.
ADVERTISEMENT
"Pak Ketua KPK yang saya hormati, memang precondition salah satu dari tiang, dari 24 tiang yang ada, adalah terkait dengan Indonesia meratifikasi dan segera masuk di dalam konvensi anti-bribery asing," ujar Airlangga.
"Anti-bribery ini, dan konvensi ini mungkin melengkapi, tadi Pak Ketua KPK, bahwa melengkapi undang-undang tipikor kita<' sambungnya.
Menurut dia, dengan adanya ratifikasi itu nantinya diharapkan bisa mencegah korupsi di sektor uang negara.
"Nah tentu ke depan tidak hanya yang terkait dengan korupsi APBN, tetapi best practice di sektor swasta yang juga sangat penting untuk melakukan kepercayaan terhadap international trade. Ini kan kaitannya dengan international trade, dan juga terkait dengan investasi, ekosistem investasi," ujar Airlangga.
Dalam acara lokakarya tersebut turut hadir Ketua KPK Setyo Budiyanto, Menteri Koordinator Hukum, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
ADVERTISEMENT
Negara yang Tergabung dalam OECD
Saat ini, terdapat 38 negara yang bergabung dalam OECD di antaranya Australia, Austria, Belgia, Canada, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Israel.
Kemudian, Italia, Jepang, Korea Selatan, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.