Indonesia Darurat Dokter Spesialis, Apa Penyebabnya?

13 Oktober 2022 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter radiologi. Foto: Billion Photos/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter radiologi. Foto: Billion Photos/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perbedaan jumlah dokter spesialis yang masih jauh dibandingkan dokter umum di Indonesia membuat Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi angkat suara. Hal ini harus segera diselesaikan demi kepentingan masyarakat, khususnya di daerah.
ADVERTISEMENT
“Tujuh (dokter spesialis) ini menjadi satu hal yang secara general bahwa setiap kabupaten/kota itu harus ada,” jelas Adib.
Adib menyayangkan sekitar 42 persen kabupaten/kota di Indonesia belum memiliki 7 dokter spesialis utama ini. Padahal keberadaan 7 dokter spesialis utama menjadi kebutuhan utama para pasien.
“Problemnya sekarang masih ada sekitar data yang kita dapatkan 42% belum memenuhi 7 spesialis di daerah, masih kurang,” ujarnya.
Bila dibandingkan kesenjangan dokter spesialis di kota-kota besar dengan di daerah lain memang masih terasa. Dikutip dari data Konsil Kedokteran Indonesia, bila jumlah dokter gigi tidak masuk dalam perhitungan, jumlah dokter umum di Provinsi Aceh mencapai 4.431 dokter, sementara dokter spesialisnya baru menyentuh angka 942 dokter. Sementara di DKI Jakarta jumlah dokter umum mencapai 21.033 dan dokter spesialis mencapai 8.727 dokter.
ADVERTISEMENT
Adib mengingatkan bahwa kebutuhan setiap daerah bisa jadi berbeda. Akan tetapi perbedaan jumlah dokter yang terlalu besar juga berbahaya.
“Tapi di setiap wilayah tentunya berbeda-beda. di Jawa umpamanya dengan kepadatan penduduk dan juga kepadatan dokternya maka overload itu bukan berarti tidak akan muncul, tapi di daerah kurang,” ujar Adib.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (tengah) memberikan paparan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/4/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Biaya Kuliah Dokter Spesialis Mahal
dr. Sardiana Salam, Sp. S., M.Kes. dokter spesialis saraf RS PON mengungkap salah satu kendala dokter spesialis minim karena biaya pendidikannya yang begitu mahal. Selain itu waktu pendidikan juga lebih lama.
“Untuk menjadi dokter spesialis itu kan umumnya 8 semester atau 4 tahun tapi bahkan ada yang bisa lebih dari itu programnya, misalnya kaya bedah saraf atau anestesi, itu spesialisasi bisa 9-10 semester,” jelas dr. Sardiana.
ADVERTISEMENT
Kata dia, sebenarnya pembiayaan studi dokter spesialis memiliki beberapa jalur beasiswa, seperti dari Kemenkes atau dari daerah yang memerlukan dokter spesialis. Untuk dokter yang mendapatkan pembiayaan dari daerah, nantinya setelah lulus, dokter spesialis harus mengabdi di daerah tersebut dengan perjanjian yang ditentukan.
“Kadang yang menjalani pendidikan itu kan dari utusan daerah dengan perjanjian ketika sudah lulus harus kembali ke daerah tersebut. Nah itu kalau yang sebenarnya banyak daerah yang perlu dokter spesialis tapi setelahnya harus pengabdian. Sebenarnya program dari daerah itu banyak, cuma mungkin dari teman sejawat merasa hidupnya nggak mampu gitu untuk di daerah, mungkin biasanya hidup di kota besar,” imbuhnya.
Pembiayaan yang diperoleh dari daerah memiliki ketentuan untuk mengabdi setelah lulus. Ia menjelaskan, hitungan pengabdian dokter spesialis yang dibiayai dari anggaran daerah adalah 2n+1, yakni lama lulus dikali dua lalu ditambah satu tahun. Setelah itu, baru dokter spesialis boleh kembali ke daerah asalnya.
ADVERTISEMENT
Masih banyak cerita warga di luar Jawa harus terbang ke Jakarta demi berobat dan mendapat perawatan dari dokter spesialis. Ada yang karena sakit jantung, punya masalah di otak, dan sebagainya.
Hal ini semestinya terjadi apabila adanya pemerataan dokter spesialis. Sebab, saat ini mereka masih terpusat di Pulau Jawa, terlebih di Jakarta.
dr. Adib Khumaidi menyoroti sebaran dokter spesialis yang tidak merata di Indonesia itu. Padahal ada jumlah dokter spesialis minimal yang harus ada di tiap daerah.
“Memang secara general mengatakan bahwa minimal ada 7 spesialis,” ujar Adib Khumaidi saat ditemui kumparan di Gedung Dr. R. Soeharto, Jakarta Pusat, Kamis (15/9).
Mereka adalah:
Dokter spesialis penyakit dalam
Dokter spesialis kandungan/obgyn
Dokter spesialis bedah
ADVERTISEMENT
Dokter spesialis anak
Dokter spesialis anestesi
Dokter spesialis radiologi
Dokter spesialis patologi klinis.
“Tujuh (dokter spesialis) ini menjadi satu hal yang secara general bahwa setiap kabupaten/kota itu harus ada,” jelas Adib.
Infografik Indonesia Kekurangan Dokter. Foto: kumparan