Indonesia Perlu Belajar dari Brunei, Super Ketat Karantina Orang Asing

9 Juli 2021 14:00 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria menggunakan masker memegang plastik di Pasar Malam Gadong, Bandar Seri Begawan, Brunei. Foto: AFP/Dean KASSIM
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria menggunakan masker memegang plastik di Pasar Malam Gadong, Bandar Seri Begawan, Brunei. Foto: AFP/Dean KASSIM
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 seperti tak menyentuh Brunei Darussalam. Nol kasus di negeri tetangga ini. Apa rahasianya? Hukum yang tegas! Indonesia perlu belajar.
ADVERTISEMENT
Soal ketatnya Brunei ini diceritakan Almer (45), warga Indonesia yang juga seorang tenaga ahli profesional yang bekerja di sana. Kata dia, prosedur masuk Brunei sangat ketat.
"Mau terbang ke sana harus tes PCR satu hari sebelum keberangkatan," kata Almer kepada kumparan, Jumat (9/7).
Setelah dipastikan bebas COVID-19, baru bisa terbang menuju Brunei. Tapi ini baru awalan. Tiba di Brunei, tak serta merta bisa masuk ke sana.
"Langsung masuk karantina 14 hari di hotel," tegas Almer.
Jadi, walau ada hasil negatif PCR, tetap harus masuk karantina di hotel 14 hari. Selama di hotel, ada CCTV yang mengawasi.
"Jadi kita selama 14 hari di kamar saja itu, kalau keluar kamar ada CCTV yang ngawasi, dan berani keluar dari kamar diadukan ke polisi bisa langsung ditahan," beber dia.
ADVERTISEMENT
Biaya karantina 14 hari di hotel ini ditanggung pribadi, biasanya oleh perusahaan tempat bekerja. Kemudian selain itu, ada biaya kedatangan 1000 dolar Brunei setara Rp 10 juta. Lalu ada biaya hotel dan lainnya.
"Jadi kalau orang asing masuk ke Brunei, perusahaan nanggung biaya sekitar Rp 50 juta," ujar dia.
Almer menuturkan di Brunei sangat ketat. Tak ada yang berani melanggar aturan ini. Bahkan menyuap petugas untuk bisa keluar selama masa karantina.
"Jangan coba-coba itu, dipidana dan langsung dideportasi," tutup dia.