Indonesia Punya INAEEWS, Sistem Peringatan Dini Gempa, tapi Belum Sempurna

4 Januari 2024 12:14 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
INAEEWS, sistem peringatan dini gempa RI yang sedang dikembangkan. Foto: dok BMKG
zoom-in-whitePerbesar
INAEEWS, sistem peringatan dini gempa RI yang sedang dikembangkan. Foto: dok BMKG
ADVERTISEMENT
Pada saat gempa bumi 7,4 magnitudo di Jepang, publik Indonesia ramai membicarakan sistem peringatan di sana yang canggih. Lalu bertanya-tanya, apakah Indonesia bisa seperti Jepang?
ADVERTISEMENT
Pada gempa dahsyat itu mengguncang Minggu (31/12/2023), viral sebuah video wanita Jepang di Niigata, Prefektur Ishikawa, berbaju pink sedang duduk. Lalu, beberapa detik kemudian HP-nya berbunyi.
Ternyata masuk pesan dari Badan Meteorologi di sana soal peringatan peringatan gempa di wilayahnya. Ia pun langsung ke luar rumah sambil meninggalkan kamera HP lainnya tetap menyala.
Dalam video yang viral itu, sekitar 12 detik setelah wanita itu keluar rumah, gempa kuat itu terjadi. Terlihat dari bagian pintu yang bergoyang begitu kuat.
Video ini ramai di akun X, tak sedikit netizen Indonesia memuji keandalan sistem peringatan dini Jepang. Lalu ada juga yang bertanya ke BMKG, apakah ini bisa diterapkan di Indonesia.
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Daryono sempat memberikan keterangan singkat di aplikasi X tentang sistem peringatan dini yang dipunyai Indonesia. "On progres," ujarnya.
Aplikasi Sistem Peringatan Gempa buatan RI, INAEEWS, yang masih dalam penyempurnaan. Foto: Dok. BMKG
Yang dimaksud oleh Daryono adalah INAEEWS, Indonesia Eartquake Early Warning System. Di sana terdapat informasi potensi gempa, kekuatan, hingga kedalaman.
ADVERTISEMENT
Daryono pun mencontohkan, saat gempa Sumedang pada (31/12/2023) malam, BMKG sudah menerima informasi 11 detik sebelum getaran terjadi di Bekasi.
"Sewaktu gempa Sumedang sebelum Shear Wave (guncangan) tiba di Bekasi 11 detik sudah kita ketahui dari EEWS kami," tuturnya.
Kepala Pusat Gempa BMKG Daryono Foto: Utomo Priyambodo/kumparan
Dikutip daria Antara, pada 2019 lalu, BMKG sempat mengumumkan menyebar 10 detektor untuk mempermulus penyampaian informasi gempa lebih cepat.
Uji coba pembangunan sistem EEWS itu diluncurkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta pada Kamis 15 Agustus 2019. 10 detektor dipasang di wilayah Banten yang bertujuan untuk monitoring gempa bumi di area megathrust Jawa bagian selatan.
10 sensor EEWS itu merupakan proyek percontohan. Sebenarnya BMKG berniat menyebar 190 detektor di seluruh Indonesia untuk tahun 2020. Namun terkait ini, progresnya belum diinformasikan lebih detail lagi.
ADVERTISEMENT
"Jika tersedia waktu emas selama tiga detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 14 persen. Sedangkan jika tersedia waktu emas selama 10 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 39 persen dan jika tersedia emas selama 20 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 63 persen," kata Deputi Geofisika BMKG saat itu, Muhamad Sadly.
Ilustrasi aplikasi Info BMKG Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Ditilik lebih lanjut, sudah ada situs terkait INAEEWS, tetapi setelah diklik informasinya masih minim. Di sana terdapat beberapa informasi seperti:
Namun laman situsnya pun belum jelas, masih terdiri dari angka-angka. Terlihat belum resmi untuk diakses khalayak ramai.
Sistem INAEEWS atau Peringatan Dini Gempa milik BMKG yang masih disempurnakan. Foto: Dok. BMKG
Masih Jauh dari Jepang
Pemerintah Jepang telah mengembangkan beberapa sistem peringatan dini (early warning system) terhadap bencana. Mereka mempunyai MOWLAS untuk membantu masyarakat mengetahui kondisi sebenarnya dari bahaya secara real time.
ADVERTISEMENT
Mereka mengembangkan ini awalnya pada tahun 1995. Saat gempa di Kobe meluluhlantakkan wilayah tersebut dan menyebabkan lebih dari 6.000 orang meninggal dunia.
Setelah itu Lembaga Penelitian Nasional untuk Ilmu Pengetahuan Bumi dan Ketahanan Bencana (NIED) mendirikan empat jaringan observasi tanah berskala nasional, Hi-net, K-NET, KiK-net, dan F-net. Inilah awal mula Jepang membentuk sistem peringatan gempa yang canggih.
Pembangunan sistem MOWLAS ini berlangsung bertahap. Jepang benar-benar memperhatikan hal ini di luar sistem edukasi ke warganya yang sudah sangat baik.
Petugas pemadam kebakaran memeriksa rumah-rumah kayu yang runtuh di Wajima, prefektur Ishikawa, Jepang pada Selasa (2/1/2024). Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
Setelah gempa bumi Tohoku pada 11 Maret 2011, jaringan observasi dasar laut, S-net, dipasang di lepas pantai Hokkaido hingga lepas pantai Prefektur Chiba. Hal ini untuk mendeteksi gempa bumi dan tsunami lepas pantai dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Pada bulan April 2016, NIED mengambil alih pengoperasian DONET, jaringan dasar laut lainnya di Kumano dan di luar Selat Kii, dari Badan Sains dan Teknologi Kelautan-Bumi Jepang (JAMSTEC).
Pengoperasian terpadu jaringan-jaringan ini dimulai pada bulan November 2017, dan jaringan-jaringan tersebut secara kolektif diberi nama MOWLAS (Pemantauan Gelombang di Darat dan Dasar Laut). Saat ini Jepang juga telah memiliki 4.000 detektor di seluruh penjuru demi pencegahan dampak korban gempa lebih besar.