Indonesia Resmi Miliki Tower Gas Rumah Kaca, Berada di Sumbar

21 Maret 2023 9:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meresmikan tower gas rumah kaca di Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang.
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meresmikan tower gas rumah kaca di Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang.
ADVERTISEMENT
Indonesia resmi memiliki tower gas rumah kaca yang berdiri di Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar).
ADVERTISEMENT
Tower ini dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan gas rumah kaca di tiga titik ketinggian yakni 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati, mengatakan tower gas rumah kaca menjadi wujud kontribusi Indonesia dalam program Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS).
"GAW Koto Tabang sendiri merupakan 1 dari 30 stasiun jaringan GAW global Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)," ujar Dwikorita usai meresmikan tower gas rumah kaca, Senin (20/3).
Tower gas rumah kaca berdiri di area Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang.
Ia menjelaskan, program IG3IS yang diluncurkan oleh WMO pada 2018 itu memberikan profil tren gas rumah kaca secara menyeluruh dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Peningkatan kapasitas pemantauan gas rumah kaca melalui program IG3IS tersebut, akan digunakan lebih lanjut dalam mengembangkan pemodelan untuk emisi gas rumah kaca. Serta sebagai informasi komplementer inventarisasi gas rumah kaca nasional.
ADVERTISEMENT
"Utamanya untuk estimasi global stocktake yang mewujudkan salah satu target dari target konferensi," ungkapnya.
Tower gas rumah kaca berdiri di area Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Koto Tabang.
Dwikorita mengucapkan terima kasih kepada ninik mamak (tokoh adat) dan tokoh masyarakat Sumatera Barat sudah menghibahkan lahan untuk dimanfaatkan sebagai tempat operasional GAW Koto Tabang.
"Bukit Koto Tabang sejak dulu memang dinilai proporsional untuk dijadikan lokasi Global Atmosphere Watch," kata dia.

Perubahan Iklim Berdampak Terhadap Krisis Pangan

Dwikorita mengatakan perubahan iklim mesti menjadi perhatian bersama masyarakat dunia. Hal ini lantaran telah berdampak pada meningkatnya cuaca ekstrem dan bencana alam.
Bila hal ini terus dibiarkan terjadi, menurut dia, akan berimbas kepada krisis pangan dunia.
"Kalau kita tidak antisipasi perubahan iklim, akan berdampak kepada krisis pangan. Tentu tidak bisa impor karena negara lain juga mengalami krisis yang sama," jelas Dwikorita.
ADVERTISEMENT
Ia menyebutkan, dari data BMKG peningkatan CO2 di Indonesia cukup signifikan selama 27 tahun terakhir. Faktanya yang mudah terlihat adalah cuaca ekstrem semakin intens dengan durasi panjang.
"Sehingga begitu banyak terjadi bencana alam di Indonesia seperti tanah longsor dan banjir," ulasnya.
"Kemudian puncak es di Gunung Jaya Wijaya, Papua tidak lagi terlihat. Karena es di puncak Jaya Wijaya terus meleleh akibat pemanasan global," tambahnya.