Indonesia Tolak Pernyataan AS soal Permukiman di Tepi Barat

19 November 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana permukiman di Tepi Barat. Foto: REUTERS/Mussa Qawasma
zoom-in-whitePerbesar
Suasana permukiman di Tepi Barat. Foto: REUTERS/Mussa Qawasma
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menegaskan penolakannya atas pernyataan Pemerintah Amerika Serikat mengenai pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, Palestina. Pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dianggap bertentangan dengan hukum internasional.
ADVERTISEMENT
"Pernyataan ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi DK PBB terkait," tertulis dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI, Selasa (19/11).
Kementerian Luar Negeri menyatakan, Pemerintah Indonesia konsisten menolak kependudukan Israel di Palestina. Tindakan membangun permukiman di Tepi Barat, dipandang sebagai aneksi.
"Pembangunan permukiman ilegal tersebut merupakan de facto aneksasi dan menjadi penghalang upaya perdamaian berdasar solusi dua negara,"
Pemerintah Indonesia juga mengajak masyarakat internasional untuk bersatu mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Pemerintah Amerika Serikat mengubah sikap yang telah mereka anut selama 40 tahun, yaitu tidak lagi menganggap permukiman Yahudi Israel di Tepi Barat ilegal.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada Senin (18/11) mengatakan ada perbedaan pandangan antar presiden AS selama ini soal status permukiman ilegal. Pompeo menyebut kali ini pemerintahan Donald Trump mengikuti sikap Presiden Ronald Reagan yang menyebut permukiman Yahudi di Tepi Barat tidak ilegal. Trump dan Reagan sama-sama dari Partai Republik.
ADVERTISEMENT
Menurut Pompeo, status pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat hanya bisa diselesaikan melalui dialog Palestina dan Israel. Sikap yang mereka ambil selama ini, lanjut Pompeo, tidak memicu perdamaian.
Perubahan sikap AS menuai pujian dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menyebutnya "membetulkan kesalahan sejarah", namun memicu kecaman dari pihak Palestina. Juru runding Palestina Saeb Erekat dalam pernyataannya menyebut pemerintahan Trump menggunakan "hukum rimba" dalam isu Israel-Palestina.
"Sekali lagi, dengan pengumuman ini, pemerintah Trump menunjukkan ancaman mereka bagi sistem internasional dengan mengganti hukum internasional dengan hukum rimba," kata Erekat seperti dikutip dari Reuters, Selasa (19/11).