Industri Pers Terpukul karena Corona: Banyak Wartawan Terancam Nganggur

14 Mei 2020 16:18 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga keluar bilik disinfektan  Posko Jurnalis Peliput Corona. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
zoom-in-whitePerbesar
Warga keluar bilik disinfektan Posko Jurnalis Peliput Corona. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
ADVERTISEMENT
Masih belum berakhirnya masa pandemi akibat virus COVID-19 di Indonesia, perlahan mulai memunculkan masalah dan dinamika baru.
ADVERTISEMENT
Tak hanya berdampak pada melemahnya geliat ekonomi akibat lumpuhnya sejumlah sektor di masa pandemi, hal itu berimplikasi pula pada bertambahnya angka pengangguran.
Asmono Wikan selaku Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS) mengatakan dampak tersebut nyata dirasakan pula oleh para pekerja media.
Ancaman dari mulai PHK hingga pemotongan gaji, mulai nyata dirasakan para pekerja media tak hanya pusat namun juga di daerah.
"Krisis COVID-19 ini memang luar biasa dahsyat, pertama ancaman PHK itu nyata bukan fantasi. Laporan yang kami terima ada mayoritas anggota kami yang terkena dampak PHK, 70 persen di antaranya sudah tak bisa melihat titik terang dari masalah krisis ini," ujar Asmono dalam diskusi Webinar bersama Dewan Pers, Kamis (14/5).
ADVERTISEMENT
Tak hanya terancam kehilangan pekerjaan, kehidupan setelah dirumahkan oleh perusahaan pun dinilainya akan semakin sulit di tengah keputusan pemerintah untuk kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Asmono kenaikan iuran itu nantinya dikhawatirkan dapat menjadi beban baru lainnya bagi masyarakat khususnya para pekerja media di tengah situasi pandemi ini.
Petugas medis mengambil sampel darah jurnalis saat Rapid Test COVID-19 secara Drive-Thru di Halaman Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (8/4). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
"Soal iuran BPJS, ini menurut kami sangat menciderai rasa keadilan kita di masyarakat. Kami melihat ada ketidakkonsistenan di lingkungan pemerintah yang kami khawatirkan dapat menjadi beban berikutnya bagi masyarakat," ucap Asmono.
Mengamini pendapat Asmono, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan menyatakan bahwa dampak krisis tersebut turut menghampiri insan pers atau media yang bekerja di Ibu Kota.
Menurutnya para pekerja media di Jakarta pun tak luput dari dampak akibat pandemi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami juga sudah mulai mendengar laporan dampaknya mulai terasa. Di Jakarta kami dengan efisiensi ini mulai terasa dengan pemotongan gaji, hal itu berdampak juga pada teman-teman kontributor, padahal krisis baru berjalan dua bulan sementara kita tak tahu berapa lama krisis ini akan berjalan," ungkap Abdul.
Mengingat pentingnya peran media di tengah situasi pandemi dalam mengabarkan perkembangan situasi penanganan corona ke masyarakat, sejumlah keringanan pun diminta.
Bukan dalam bentuk stimulus bantuan, kata Abdul, keringanan itu lebih kepada pengurangan beban media dalam melakukan pembayaran terkait kebutuhan operasional.
Kegiatan pelatihan peliputan unjuk rasa bagi jurnalis di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
"Melihat usulan ini secara keseluruhan, uang yang dikeluarkan pemerintah hanya sedikit, kita hanya meminta keringanan, sama sekali tak ada insentif yang membuat pers kaya raya, ini hanyalah cara untuk memudahkan kita bertahan di tengah situasi ini," beber Abdul.
ADVERTISEMENT
Keringanan yang dimaksud Abdul itu di antaranya adalah menangguhkan kewajiban untuk membayarkan BPJS kesehatan.
Bila perusahaan media tak perlu membayar, nantinya akan ada 5 persen biaya BPJS yang dapat dipakai perusahaan untuk bertahan, Serta penangguhan sementara iuran BPJS ketenagakerjaan.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! Bantu donasi atasi dampak corona.