Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ingat Lagi Aturan Penggunaan Speaker Masjid di Indonesia
12 November 2021 7:52 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ijtima Ulama MUI antara seluruh komisi fatwa MUI se-Indonesia menyepakati 12 poin mengenai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan.
ADVERTISEMENT
Dari 12 poin itu, turut disinggung mekanisme penggunaan speaker masjid.
Ketua MUI Komisi Fatwa Asrorun Niam Soleh, menjelaskan ketentuan lengkap mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola.
“Menggunakan pengeras suara untuk aktivitas ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan,” kata Niam.
Sebelumnya, Kementerian Agama telah mengeluarkan aturan penggunaan pengeras suara dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978.
Namun menurut Niam, penggunaan speaker masjid dan musala secara teknis perlu diatur kembali. Ia meminta adanya pengadaan sosialisasi kepada pengurus masjid dan musala serta masyarakat umum tentang pedoman penggunaan pengeras suara agar tidak mengganggu ketertiban umum.
“Agar lebih kontekstual, perlu disegarkan kembali seiring dengan dinamika masyarakat,” ucap Niam.
Lalu bagaimana aturan penggunaan speaker masjid di Indonesia saat ini?
ADVERTISEMENT
Dirjen Bimas Islam Kemenag membedakan penggunaan speaker masjid di lingkungan perkotaan yang lebih ketat dan di pedesaan yang lebih longgar. Hal ini karena kedua lingkungan memiliki karakteristik sosial yang berbeda.
Panduan speaker masjid tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam No 101/1978 tentang Tuntutan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala.
Pada tahun 2018, digalakkan sosialisasi tuntunan tersebut berdasar SE Dirjen Bimas Islam No B.3940/DJ.III/HK tahun 2018 pada masa Menag Lukman Hakim Saifuddin. Namun sifatnya tuntunan, maka tidak ada sanksi yang mengikat.
Pedoman Speaker Masjid
Instruksi berisi tuntunan itu dikeluarkan dengan sejumlah pertimbangan yaitu:
Syarat Penggunaan Pengeras Suara
Dalam lampiran Instruksi poin D, dijelaskan syarat-syarat penggunaan pengeras suara, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Perawatan pengeras suara oleh seorang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian, tidak ada suarat-suara bising, berdengung, yang dapat menimbulkan antipati dan anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar atau musala.
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, pembaca Quran, imam salat, dll) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh dari pada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan syara’ seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, zikir, dan salat. Karena pelanggaran hal-hal seperti itu bukan menimbulkan simpati, melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menataati ajaran agamanya.
ADVERTISEMENT
4. Dipenuhinya syarat-syarat orang yang mendengar berada dalam keadaan siap untuk mendengarnya. Bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau melakukan upacara. Dengan keadaan demikian (kecuali panggilan azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya.
Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masih terbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, dan musala, selain berarti seruan takwa, juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.
5. Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Hal-hal yang Harus Dihindari
ADVERTISEMENT