Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ingin KPU Kredibel, Pemerintah-DPR Tak Boleh Lagi Cawe-cawe Seleksi Komisioner
11 Juli 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Dipecatnya Hasyim Asy'ari sebagai ketua dan anggota KPU seperti titik nadir bagi lembaga penyelenggara pemilu itu. Terlebih, saat konferensi pers usai diputus bersalah karena asusila, Hasyim didampingi semua komisioner KPU.
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menilai, ini sudah jadi darurat moral bagi KPU. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan terus menerus.
Lalu bagaimana caranya agar KPU meraih kepercayaan rakyat dan jauh lebih kredibel dari saat ini?
"Pemerintah dan DPR tak usah cawe cawe seleksi KPU. Kalau semua anggota KPU kredibel, semua partai diuntungkan, semua peserta Pemilu diuntungkan," kata Titi dalam talkshow Info A1 kumparan dikutip Kamis (11/7).
Dalam aturan, saat ini memang anggota KPU diseleksi oleh pansel yang dibentuk pemerintah. Setelah menemukan kandidatnya, pemerintah menyerahkan ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan.
Di sinilah, menurut Titi, pangkal masalahnya. Bila sejak awal sudah ada "titipan" dari pemerintah dan DPR, output komisioner KPU tidak akan kredibel dan transparan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kalau kita lakukan wawancara, saya lakukan wawancara ke penyelenggara pemilu atau pegiat pemilu, tidak akan bisa jadi penyelenggara pemilu kalau tidak ada backing politik dan backing organisasi itu, karakternya sekarang," jelas dia.
Saat ini, proses pemilihan komisioner KPU memang tidak bisa menghindari pemerintah dan DPR. Tapi, keduanya punya contoh baik dalam menjalankan seleksi yang berujung pada kualitas penyelenggara pemilu yang juga baik.
"Tahun 2012 menghasilkan Husni Kamil Manik, Hadar Nafis Gumay, dan kawan-kawan ya. Dari pemerintah dan DPR, tapi pada waktu itu pemerintah mampu menahan diri," tutur dia.
Pansel KPU saat itu diketuai oleh Ramlan Surbakti dan salah satu anggotanya, yakni Saldi Isra. Saldi saat ini menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi. Titi menyebut, wakil pemerintah tidak menggunakan hak suaranya dalam menentukan kandidat yang dikirim ke DPR.
ADVERTISEMENT
"Jadi memilih pansel juga penting. Setelah masuk DPR karena input-nya semua bagus jadi kan tidak ada ruang lagi untuk kemudian bermain-main begitu, ketika input susah dipengaruhi, ya susah," ujar dia.
Titi mengungkapkan, memang sempat muncul usulan komisioner KPU langsung saja dipilih lewat usulan 3 cabang. 3 Orang dari DPR, 3 orang dari pemerintah, 3 orang dari Mahkamah Konstitusi. Ketiga unsur inilah yang dalam penyelenggaraan pemilu saling bersinggungan.
Karena bagi dia, tes bagi calon komisioner KPU mulai dari tertulis, CAT, psikologi, dan berbagai ujian lainnya tidak begitu mempengaruhi hasilnya. Sebab. hasil tes itu juga tidak pernah dibuka ke publik sehingga akuntabilitasnya diragukan.
"Bagi saya sih kontributor degradasi kualitas pemilu kita karena 2 pihak ini pemerintah dan DPR tidak mampu menahan diri untuk cawe cawe di dalam pemilihan anggota KPU. Dan itu fenomena yang terjadi di hampir semua lembaga independen negara kita hari ini," ucap dia.
ADVERTISEMENT