Ini Kasus di Persidangan yang Dokumennya Dipalsukan Politisi PDIP Ismail Thomas

15 Agustus 2023 19:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kejagung tahan anggota Komisi IV DPR RI, Ismail Thomas. Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kejagung tahan anggota Komisi IV DPR RI, Ismail Thomas. Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi I DPR RI Ismail Thomas ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Politikus PDIP itu dijerat dalam kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen tambang.
ADVERTISEMENT
"IT Anggota Komisi I DPR RI atau Bupati Kutai Barat periode 2006-2016, dalam penyidikan tindak pidana korupsi terkait dengan penerbitan dokumen perjanjian pertambangan PT Sendawar Jaya," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (15/8).
Ketut mengatakan, Ismail diduga memalsukan dokumen-dokumen terkait perizinan pertambangan yang digunakan untuk kepentingan proses persidangan. Dia dijerat dengan Pasal 9 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Kasus PT Sendawar Jaya yang Dokumennya Dipalsukan
Kasus ini bermula saat PT Sendawar Jaya melakukan gugatan perdata dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum di PN Jakarta Selatan. Gugatan didaftarkan pada 21 Juli 2022. PT Sendawar Jaya menggugat karena merasa pemilik izin sah atas lahan/lokasi pertambangan batu bara seluas 5.350 hektare di Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai.
ADVERTISEMENT
Sementara, Kejagung menilai lahan itu milik PT Gunung Barat Utama. Perusahaan ini, merupakan anak perusahaan dari PT Trada Alam Minerba, milik salah satu terdakwa kasus Jiwasraya dan Asabri, Heru Hidayat. Kenapa aset tersebut disita? karena Kejagung tengah memaksimalkan pengembalian aset dari korupsi Heru Hidayat yang merugikan negara puluhan triliun rupiah.
"Iya benar (terkait Heru Hidayat)," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
PT Sendawar Jaya yang merasa memiliki izin atas lahan tersebut tidak terima dan menggugat ke pengadilan. Dalam gugatan tersebut PT Sendawar Jaya menggugat beberapa pihak, yakni:
Dalam petitumnya, PT Sendawar Jaya meminta hakim menyatakan perusahaannya adalah pemilik sah atas lahan/lokasi pertambangan batu bara seluas 5.350 hektare di Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat. Kemudian, PT Sendawar Jaya juga meminta agar surat-surat perizinan para tergugat tidak sah. Kemudian menghukum para tergugat membayar kerugian materiil dan immateriil Rp 3,8 triliun.
ADVERTISEMENT
Persidangan pun bergulir. Pada 14 Juni 2023, kasus tersebut diputus. Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan para tergugat dan Kejagung selaku turut tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menyatakan penggugat adalah pemilik yang sah atas lahan/lokasi pertambangan batubara seluas 5.350 hektare di Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat," demikian dikutip dari SIPP PN Jakarta Selatan.
Sementara untuk petitum ganti rugi Rp 3,8 triliun tidak dikabulkan hakim. Hakim yang mengadili kasus tersebut adalah Samuel Ginting selaku ketua, dengan anggota yakni Raden Ari Muladi dan Hendra Utama Sutardodo.
Banding, Kejagung Dkk Menang
Atas putusan tersebut, pihak tergugat melakukan banding ke PT DKI Jakarta. Banding tersebut diputus pada 7 Agustus 2023.
Pada tahap ini, pihak tergugat dan Kejagung dimenangkan oleh hakim. Amar putusannya yakni membatalkan putusan PN Jakarta Selatan nomor 667/Pdt.G/2022/PN Jkt/Sel.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima," demikian putusan PT DKI Jakarta.
Vonis tersebut dikeluarkan oleh Sirande Palayukan selaku ketua hakim, dengan Chrisno Rampalodji dan Berlin Damanik selaku anggota.
Belakangan, Kejagung menduga PT Sendawar Jaya ini menang di pengadilan tingkat pertama, karena ada dokumen izin yang dipalsukan. Pemalsuan ini yang diduga dilakukan oleh Ismail Thomas, sehingga dia dijerat sebagai tersangka oleh Kejagung.
"Ini terkait perkara yang lama, kemudian dieksekusi, kemudian dilakukan upaya-upaya keperdataan, kita dikalahkan. Ketika kita cek, ternyata dokumen-dokumennya ternyata palsu," tutup Ketut.